Kamis , 2 Mei 2024
Home / Hot News / Enny Sri Hartati, Direktur INDEF, Pemerintah Harus Tinjau Ulang Rencana Pengalihan BP Batam ke Pemkot Batam

Enny Sri Hartati, Direktur INDEF, Pemerintah Harus Tinjau Ulang Rencana Pengalihan BP Batam ke Pemkot Batam

Suasana Diskusi Publik bertajuk, “Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan 8P Batam” (19/12), di Sari Pacific Hotel, Jakarta. (Foto: Ibra.
Suasana Diskusi Publik bertajuk, “Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan 8P Batam” (19/12), di Sari Pacific Hotel, Jakarta. (Foto: Ibra.

Jakarta, channelsatu.com: Ex-officio BP Batam dengan Walikota Batam patut diduga keras berpotensi abuse of power, oleh karenanya Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sebagai lembaga riset  mandiri dan independen lewat diskusi bertajuk, “Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan 8P Batam” (19/12), di Sari Pacific Hotel, Jakarta, mendesak untuk dibatalkan, jelas Enny Sri Hartati, selaku Direktur INDEF.

“Dengan keputusan ini berarti minimal pemerintah sudah melanggar Undang Undang, karena didalam Undang Undang Pemerintah Daerah tidak boleh rangkap jabatan. Kedua kalau ini dilakukan pemerintah daerah maka pasti investor akan bertanya-tanya. Bagaimana kelanjutan dengan berbagai skema FTZ yang ditawarkan oleh pemerintah kepada mereka. Sehingga kalau muncul persoalan seperti sekarang yang paling pertama kita fikirkan yakni respon dari para pengusaha atau respon para investor,” kata Enny.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan keputusan pemerintah terkait Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kamis (13/12/2018), tidak ada pernyataan bahwa otoritas yang mengeluarkan perizinan lalu lintas keluar masuk barang di Batam tersebut akan dibubarkan.

Darmin mengatakan, bahwa hasil rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo kemarin memutuskan akan menghapuskan dualisme di Batam dengan mengalihkan kewenangan yang selama ini melekat pada Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada Pemerintah Kota Batam. Presiden dan Wakil Presiden menganggap cara tersebut adalah paling efektif untuk menghilangkan dualisme yang terjadi di Batam selama ini. Sebab, perkembangan ekonomi di BP Batam tak kunjung signifikan.

Keputusan tersebut, lanjut Enny Sri Hartati jelas menyalahi aturan yang ada dan berpotensi memperburuk iklim investasi yang saat ini sudah menurun di Batam. Oleh karenanya pemerintah perlu mengkaji secara komprehensif terlebih dahulu sebelum mempublishnya ke masyarakat. Ini sangat menganggu iklim investasi di kawasan BP Batam.

“Padahal permasalahan di Batam bukan semata mata karena duallisme kelembagaan. Dipastikan pengambilan keputusan tanpa menelesik terlebih dahulu peta situasl nyata dan gambaran yang lengkap berakibat fatal dan memunculkan keresahan investor,” papar Enny Sri Hartati lebih lanjut.

“Penunjukan Walikota sebagai Ex-Officio BP Batam melanggar UU No.23 /2014 tentang Pemerintahan Daerah karena Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan. Lantaran berpotensi juga munculnya konflik kepentingan anggaran dan tata kelola pemerintahan pusat dan daerah. lni preseden buruk pelanggaran UU No 1 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 76 UU No.23/2014 pun mempunyai spirit agar pejabat daerah tidak menghadapi konflik kepentingan (conflict of interest). Potensi abuse of power pun terbuka karena Walikota nota bene pejabat politik,” sambung Enny.

Rencana Pengalihan BP Batam ke Pemkot Batam semakin meningkatkan ketidakpastian regulasi, peraturan, Iahan, infrastruktur hingga kepastian insentif bagi investor. Terkait Dualisme Kelembagaan, jelas Enny dapat diselesaikan dengan mengacu UU No.53/1999 ayat 21 huruf C. Dengan memberikan amanat kepada Pemerintah untuk segera membuat Peraturan Pemerintah tentang pengaturan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam (cq. BP Batam). Namun Pemerintah Pusat hingga kini belum merealisasikannya. Pemerintah malah mengusulkan FTZ menjadi KEK, dan memutuskan Walikota sebagai Kepala BP Batam ex-officio.

Dengan kata lain, tambahnya penurunan kinerja ekonomi di Batam terjadi setelah Pemprop dan Pemko dalam ikut mengatur sektor ekonomi, investasi, industri dan pariwisata di Batam.

“Jadi perlu payung hukum untuk mengatur pembagian wewenang dan tugas antara Pemkot Batam dan BP Batam. Perlu segera menyusun PP Hubungan Kerja Pemko Batam dan BP Batam sesuai UU 53 tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam,” saran Enny lebih jauh.

Pasalnya, kota Batam merupakan salah satu kawasan strategis yang dimiliki Indonesia. Berjarak hanya 20 Km dari Singapura, Batam dinilai mampu menandingi negara tersebut sebagai bagian rantai produksi dan logistik global serta menjadi pusat ekonomi ASEAN.

“Karena maksud kita membangun Batam, kita ingin terjadi industrialisasi di Batam. Kalau kebijakan ini menyebabkan kegalauan, kekhawatiran, dan perasaan ketidakpastian. Ini berarti berlawanan dengan tujuan utama kita memperbaiki persoalan ini. Berarti keputusan pemerintah ini harus ditinjau ulang,” tutup Enny menutup perbincangan.

Pendapat lain, ditegaskan La Ode Ida dari Ombudsman RI dalam diskusi yang dihelat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), di tengah situasi serta kondisi yang sangat belum jelas itu, Presiden diminta tidak mengeluarkan kebijakan strategis secara tergesa-gesa.

“Sebaiknya Presiden tidak membuat kebijakan-kebijakan strategis yang bersifat tergesa-gesa terkait persoalan dualisme yang disebutkan dalam tubuh BP Batam. Tidak bagus rasanya kebijakan diputuskan dalam situasi dan kondisi yang harus dikaji lebih dalam itu,” jelas La Ode Ida.

Bahkan sepanjang penelitian yang dilakukan oleh Ombudsman RI di tahun 2016, menurutnya tidak ditemukan faktor dualisme yang menyebabkan penanganan serta performa BP Batam menjadi tidak lebih baik saat itu. “Justru yang ditemukan adalah ketidakpuasan pihak pemerintah kota Batam dan pergantian pimpinan BP Batam yang dianggap kaku dan tidak memahami budaya yang sudah ada di BP Batam,” terang La Ode Ida. (Ibra)

About ibra

Check Also

Kuasa Hukum Mardani H. Maming, Adul Qodir. Foto: Ist.

Ahli : Pelimpahan IUP oleh Mardani Maming Tidak Melanggar UU Minerba

Jakarta, channelsatu.com: Ahli Hukum Pertambangan, Ahmad Redi, berpendapat Mardani H. Maming tidak melanggar Undang-Undang Pertambangan …

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *