Jakarta, channelsatu.com: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) awal Oktober 2016 menetapkan dua kuliner, yakni Gado-Gado dan Soto Betawi, sebagai warisan budaya tak benda. Penetapan kedua kuliner tersebut diterima secara sepakat sertamerta sepaham. Mengingat kedua kuliner itu memiliki sejarah keberadaan yang panjang dan sangat khas, walaupun dalam penyebarannya memunculkan kreasi yang sejatinya mempunyai kemiripan. Misalnya apa beda Gado-Gado dengan makanan Ketoprak.
Gado-Gado (warm salad) adalah hidangan khas Indonesia yang asalnya dari masyarakat Betawi. Hidangan ini terdiri dari macam-macam jenis sayuran rebus seperti kacang panjang, labu siam, bayam, tauge, kentang, kol, paria, ditambah dengan irisan tahu tempe goreng dan telur rebus.
Macam-macam jenis sayuran rebus itu, terakhir disiram dengan bumbu kacang yang lezat dan ditaburi bawang goreng dan kerupuk atau emping. Gado-Gado cocok disantap dengan lontong ataupun nasi. Nah, inilah yang membedakan Gado-Gado dengan Ketoprak (bukan jenis seni pertunjukan Jawa Tengah dan Jawa Timur).
Ya, beda Gado-Gado dengan Ketoprak. Bedanya, di dalam Ketoprak tidak menggunakan sayur-sayuran seperti dalam Gado-Gado. Ketoprak hanya terdiri dari tauge, bihun basah, ketupat, potongan tahu yang disiram bumbu kacang. Bumbu kacang pada Ketoprak menggunakan bawang putih lebih banyak dibanding Gado-Gado. Maka jangan kaget aroma Ketoprak begitu menyengat alias lebih kencang ketimbang Gado-Gado. Selain itu, Ketoprak ditambah sedikit kecap manis dan kerupuk.
Di Jakarta, Ketoprak banyak dijajakan keliling. Layaknya makanan bakso. Dengan harga murah meriah yang terjangkau masyarakat, tidak dipungkiri makanan Ketoprak dan bumbu kacang ini menjadi santapan andalan warga Jakarta. Mengenai harga , seporsi Gado-Gado harganya jelas lebih mahalan ketimbang harga seporsi Ketoprak. Di satu sisi, makanan Gado-Gado sudah naik derajat karena banyak hotel mewah yang restorannya menawarkan menu tersebut.
Saya punya langganan penjual Gado-Gado di tiga tempat, yaitu di Palmerah, depan Pasar Palmerah, Jakarta Barat yang dagang sejak tahun 1960-an. Namanya warung Gado –Gado Ibu Imawati, yang begitu saya lacak lagi, sekarang ini sudah tidak jualan. Atau sudah pindah entah ke mana. Gado-Gado Ibu Imawati, saus kacangnya legit, maklum ada campuran kacang mede.
Kedua langganan Gado-Gado saya, dan sampai sekarang masih ada, adalah Gado-Gado Direksi. Awal Desember 2016 saya menyempatkan makan siang ke Gado-Gado Direksi yang beralamat Jalan Pintu Besar Selatan II/16 Belakang Gloria Lama, Jakarta Barat. Dinamakan Gado-Gado Direksi karena dulu pelanggannya para pimpinan bank-bank di sekitarnya. Bumbu kacang Gado-Gado Direksi sangat pekat, dan porsinya tidak terlalu banyak.
Ketiga Gado-Gado yang menjadi langganan saya, tidak lain Gado-Gado Bonbin Cikini yang sampai sekarang tetap eksis, persisnya di Jalan Cikini IV Nomor 5, Jakarta Pusat (d/h Kebon Binatang III). Sepiring penuh Gado-Gado Bonbin terdiri dari beberapa beberapa irisan lontong, potongan kol, bayam rebus, tahu, toge, serta separuh telur rebus.
Lontong dan macam-macam sayuran itu disiram saus kacang yang pekat dan ditaburi emping melinjo serta kerupuk udang utuh ukuran besar. Kerupuk udang utuh itu ditambah taburan emping melinjo. Gado-Gado Bonbin menjadi enak sebab bumbu kacangnya dimasak. Kacang tanah digoreng lalu dihaluskan, dan dimasak dalam waktu yang lama sampai keluar minyaknya, seperti bumbu sate. Setelah itu, bumbu matang itu dibubuhi gula, garam dan sebagainya.
Namun, omong-omong benarkah Gado-Gado asli makanan masyarakat Betawi? Tidak salahlah. Gado-Gado berasal dari bahasa Portugis, Gadu. Arti Gadu adalah mirip makanan yang disajikan untuk ternak karena dicampur dan diaduk-aduk. Makanan Gadu ini paling digemari masyarakat Kampung Tugu, sekarang Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
Makanan Gadu ini hadir di Kampung Tugu (pada waktu itu berada di wilayah Batavia, tahun 1740) berbarengan dengan kehadiran musik Keroncong Tugu. Menurut Adolf Heuken SJ, sejarawan terkemuka, cikal bakal Keroncong Tugu asalnya dari suku Berber di Afrika Utara yang pernah diduduki Portugis antara abad ke-8 dan ke-12.
Kemudian Suku Moor yang membawa musik ini ke Portugis. Oleh Portugis musik inipun diperkaya dan dibawa ke Goa. Selanjutnya dibawa pula ke Kampung Tugu, Batavia. Kiranya berbarengan dengan perjalanan musik asal Afrika Utara itu sampai ke Kampung Tugu maka makanan Gadu pun hadir di tengah masyarakat. Akhirnya makanan Gadu pun popular bagi warga Kampung Tugu. Terus dalam perkembangan kemudian, nama Gadu menjadi Gado-Gado.
Sekarang Gado-Gado Betawi memang kagak ade matinya. Perdagangannya menyebar ke pelosok Jakarta, bahkan ke provinsi lain. Kini tinggal pilih saja sesuai dengan selera. Mau yang memakai campuran kacang mede atau kacang biasa atau pula yang pakai pare. Pokoknya tinggal memilih saja.
Ya, semua macam-macam jenis sayuran rebus itu bersatu dalam Gado-Gado dan bersatu juga dalam warisan budaya tak benda. ( Syamsudin Noer Moenadi, Jurnalis, Pemerhati Kuliner, dan Redaktur channelsatu.com).