Scroll untuk baca artikel
Inspirasi UsahaPELUANG

Pabila Kaum Pria Suka Masak, Maka Tidaklah Sekedar Memasak

10
×

Pabila Kaum Pria Suka Masak, Maka Tidaklah Sekedar Memasak

Sebarkan artikel ini
Kong Jaing juga ikut sibuk di dapur. Foto: Dok. pribadi.
Kong Jaing juga ikut sibuk di dapur. Foto: Dok. pribadi.

Jakarta, channelsatu.com: Saya selalu ingat ucapan Wilmar Witoelar, pernah menjadi juru bicara mantan presiden Gus Dur,  mengenai hobinya yang suka memasak. Bahwa memasak itu, “Tidak ubahnya mengelola partai politik.“  Ucapan itu, mungkin gurauan namun saya mengamini, betapa memasak tentu memiliki berbagai kerepotan.  

Seperti memilih bahan baku yang pastinya tidaklah mudah, bagaimanapun bahan baku harus segar. Alih-alih memasak makanan  yang  bahan dasarnya ikan, misal gulai kepala ikan, sejatinya tidak sembarangan saat memilih sepotong dua ekor ikan untuk dimasak. Begitu juga dalam hal memilih rempah-rempah, musti cermat. Jangan sampai rempah-rempahnya sudah membusuk.

Mengelola partai politik, bisajadi demikian. Sangat repot. Karena dalam partai politik yang dibutuhkan adalah kader-kader mempuni. Bukan para kader yang karakternya selalu mengekor saja, melainkan kader yang punya komintmen. Itulah suatu kerepotan tersendiri, sebagaimana memasak.

“Memasak itu perlu pikiran sekaligus perasaan. Kita ini dituntut menyenangkan lidah orang. Maka kalau kita memasak tanpa perasaan, orang yang merasakan dipastikan akan kecewa. Masakan kita rasanya jadi hambar,“  ucap Johan Pangestu, chef hotel The Bellevue Suites jalan Haji Nawi No.1, Jakarta.

Sebagai chef, pengalaman Johan Pangestu mempunyai jam terbang yang membentang panjang. Paling tidak pengembaraannya dalam bidang masak memasak sudah menjelajahi dari restoran ke restoran di dunia, dari benua Amerika Serikat sampai akhirnya terdampar di hotel yang lokasinya dekat mal Pondok Indah.

“Perjalanan hidup saya bergulir tidak direncanakan. Saya suka memasak, ya, lalu saya kembangkan untuk lebih profesional. Sekarang ini, masyarakat sudah tidak mencibir jika ada laki-laki menekuni  profesi memasak,“ tutur Johan Pangestu kepada channelsatu.com beberapa waktu lalu.

Kini, kaum lelaki sudah tidak malu lagi tampil penuh percaya diri memasak dan membenamkan diri lama-lama di dapur. Semuanya itu dilakukan demi menghasilkan makanan yang lezat. Nicky Tirta, bintang sinetron, mulai belajar memasak tatkala  tinggal di Perth Australia.

Di Perth, Nicky Tirta kesulitan mencari masakan Indonesia. Apabila ada, itupun harganya cenderung mahal. Mau tidak mau Nicky Tirta masak sendiri. Harap maklum pula tidak ada pembantu. Mulailah Nicky Tirta  memasak menu Chinese food dan Japanese food. Seiring waktu Nicky Tirta ikut kursus memasak selama setahun dan belajar masak Italian food.

Di salah satu stasiun televisi, Nicky Tirta punya program masak –memasak, yakni Dapur Nicky.  Bagi Nicky Tirta memasak adalah bagaimana menjadikan bahan mentah  menjadi matang demi kepuasan  dan kenikmatan orang lain. Karenanya Nicky Tirta lebih tertarik memasak ketimbang membuat kue. “Memasak lebih bebas bereksperiman,“ cetus Nicky Tirta.

Mengaku betah berlama-lama di dapur hingga lupa waktu, Nicky Tirta sengaja mengembangkan menu yang sudah ada, lantas meng-create cara masak yang berbeda, berikut penyajiannya yang tidak biasa. Menurutnya masakan Indonesia sulit dimasak, karena spicy dan memperlukan beraneka ragam bumbu. Hal inilah yang membuatnya terjun langsung ke pasar tradisional untuk memilih bahan baku.

Tantangan dalam memasak adalah harus menyesuaikan selera. Seorang juru masak yang baik memang diharapkan sekali bisa membuat masakan apa saja yang sesuai dengan selera banyak orang. Tantangan ini disetujui Edwin Parengkuan yang mulai bersentuhan dengan kegiatan memasak sejak menikah, tahun 1996.

Edwin Parengkuan suka memasak lantar rindu masakan sang ibu, dan menekuni secara total. Maksudnya selain masak sendiri, Edwin Parengkuan juga membeli bahan-bahan di pasar. Menurutnya ke pasar membeli bahan ialah bagian yang paling menarik  dari proses memasak.

“Dimulai dari memilih bahan, muncullah inspirasi baru untuk merubah dan mengganti bahan,“ kata Edwin yang sangat suka pasar tradisional, sebab bisa travelling. Edwin Parengkuan menyukai masakan Manado dan Western. Masak menu lain disesuaikan dengan kebutuhan dan selera, apabila ada tamu yang diundang untuk merasakan masakannya.

Perihal lamanya waktu di dapur untuk memasak, “Memerlukan lebih dari hitungan dua jam.“  Hitungan dua jam itu sesungguhnya Edwin Parengkuan tidak sekadar memasak, tapi juga sibuk menyiapkan table clothing seperti piring, gelas dan jenis minuman apa yang bakal dihidangkan.

Tantangan dalam memasak bagi Edwin Parengkuan, yaitu proses memasak yang lama. Seperti memanggang atau memasak dengan banyak bumbu dan sayur. Proses tersebut membutuhkan teknik waktu yang tepat untuk memasukan sayur dan bahan-bahan lainnya.

Edwin Parengkuan berpendapat memasak adalah sebuah karya seni yang tidak hanya dilihat tapi untuk dirasa dan dinikmati bahkan juga  bermanfaat untuk  memberikan kesehatan tubuh. Awalnya hobi, sekarang memasak justru menjadi salah satu sumber income Edwin Parengkuan.

Keahlian meramu bahan-bahan mentah menjadi makanan lezat, membuat Edwin Parengkuan makin dikenal sebagai sosok yang menyuarakan kepada masyarakat terhadap makan cerdas. Yang dimaksud makan cerdas adalah mengetahui soal gizi, dan apa yang harus dikonsumsi.

Jadi, pabila kaum lelaki suka memasak,  memang tidak sekadar memasak. Justru dengan keahlian itu mereka memberikan apresiasi terhadap masyarakat, betapa pentingnya  makan yang bergizi dan tidak menyantap makanan yang sembarangan. Kegiatan memasak sama repotnya dengan mengelola partai politik yang ujung-ujungnya berstrategi dalam mencari dan menggerakkan massa. (Syamsudin Noer Moenadi, Jurnalis, Pemerhati Kuliner, dan Redaktur channelsatu.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *