Jakarta, Channelsatu.com – Saraf terjepit, kondisi yang seringkali disederhanakan sebagai “pegal biasa”, ternyata memiliki dampak besar pada kualitas hidup dan berisiko menyebabkan kelumpuhan lokal jika tidak ditangani dengan tepat. Dr. Irca Ahyar, Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, membongkar mitos dan fakta seputar saraf terjepit dan membuka perspektif baru bagi publik tentang kesehatan saraf.
Menurut dr. Irca, saraf terjepit tidak mengenal usia dan profesi. Dari ibu rumah tangga yang aktif hingga pekerja kantoran yang “mageran” dan aktif scrolling media sosial, semua memiliki risiko. “Secara harfiah, saraf terjepit memang berarti saraf yang terjepit di antara ruas-ruas tulang belakang. Saraf terjepit tidak akan terjadi, jika tidak ada perubahan struktur tulang. Artinya, harus terjadi penyempitan dahulu pada ruas tulang belakang,” jelas dr. Irca.
Satu fakta mengejutkan yang diungkap dr. Irca adalah bahwa saraf terjepit tidak terjadi dalam semalam. Ada dua penyebab utama: trauma (benturan seperti jatuh atau kecelakaan) dan proses jangka panjang. “Perubahan struktur tulangnya memang benar-benar baru terjadi. Contohnya, kita mengangkat beban berat tapi sebetulnya otot tidak siap atau kita salah posisi,” ujarnya.
Ia menambahkan, cedera masa kecil yang dianggap sepele, seperti jatuh dari pohon, bisa menjadi pemicu saraf terjepit di kemudian hari. “Ketika dewasa dan melakukan olahraga angkat beban, otot pinggang kita bisa tiba-tiba terasa tertarik sampai ke bokong. Saat pemeriksaan X-ray, akan diketahui bahwa kondisi tersebut tidak terjadi dalam satu malam,” terang dr. Irca, menekankan pentingnya menelusuri riwayat cedera.
Lalu, bagaimana membedakan pegal biasa dengan gejala awal saraf terjepit? “Pegal biasa umumnya akan hilang jika dipijat, atau ketika kita istirahat sebentar. Sedangkan pegal akibat saraf terjepit cenderung konsisten. Kalaupun hilang sesaat, dia akan muncul kembali di area yang sama,” papar dr. Irca. Ia mengimbau agar pegal yang konsisten segera diperiksakan karena seringkali diabaikan.
Salah satu risiko terbesar jika saraf terjepit dibiarkan adalah kematian saraf lokal dan kelumpuhan lokal. Dr. Irca menjelaskan, jika saraf terjepit terjadi di lumbar 3 (L3) yang menggerakkan paha dan tidak diterapi, otot paha bisa mengecil dan fungsi raba rasa terganggu, bahkan menyebabkan kelumpuhan di area tersebut.
Meskipun regenerasi saraf sangat lambat dan saraf terjepit tidak bisa sembuh sendiri, dr. Irca menegaskan selalu ada solusi treatment. “Separah apa pun kondisinya, selalu ada solusi treatment. Hanya saja, yang perlu dipahami, treatment itu sering kali memerlukan proses yang panjang,” katanya, mengingatkan pasien untuk menghargai proses pemulihan.
Untuk pencegahan, dr. Irca menyarankan skrining tulang belakang sejak usia sekolah dan usia produktif. Mengenali kemampuan tubuh, rutin stretching, serta menghindari postur tubuh yang salah secara konsisten juga menjadi kunci. “Ketika otot yang tidak terlatih dipaksa untuk mengangkat beban berat, otot tersebut akan mencengkeram kuat-kuat, hingga kemudian menjadi kaku. Otot yang kaku akan menggenggam tulang belakang terus-menerus. Akibatnya, celah di antara tulang akan menyempit, hingga kemudian menyebabkan saraf terjepit,” pungkasnya. ich