Jakarta, channelsau.com: Sedikit yang tahu mengenai seni lukis kaca dan memang begitu menyebutnya langsung saja tertuju pada daerah Cirebon, Jawa Barat, dengan tokohnya bernama Rastika. Padahal di daerah lainpun, yakni di Nagasepha, Buleleng, Bali, juga ada serta masih sanggup bertahan sampai saat ini, mengingat derasnya arus seni lukis kontemporer.
Di dua tempat itulah seni lukis kaca berusaha keras menggeliat demi menjaga keberadaannya, meskipun seni lukis masa kini yang berbahan dasar cat tidak hentinya meminggirkan alias menggusur seni lukis kaca dan ditempatkan pada posisi di pinggiran.
Seni lukis kaca, baik yang dari Cirebon maupun Nagasepha, Buleleng, Bali, sama-sama memiliki karakter yang kuat, dan masing-masing punya ciri khas tersendiri. Seni lukis Cirebon kita kenali dengan motif wadasan yang kebanyakan bernafaskan Islami dengan ornamen kaligrafi.
Sedangkan seni lukis kaca Nagasepha, Buleleng, Bali, demikian kental dengan motif prasi dan mengetengah tema epos Rmayana dan Mahabaratha. Tidak diingkari perjalanan seni lukis kaca begitu panjang, sehingga melahirkan pelukis kaca yang tangguh, misal Rastika (Cirebon), I Ketut Samudrawan dan Nengah Silib.
Para pelukis kaca genersi Rastika tidak hanya tangguh dan sanggup bertahan, melainkan konsisten menekuni media kaca dan tidak dipungkiri dalam perjalanan sejarah seni rupa, sejatinya banyak yang beranggapan seni lukis kaca di Indonesia mengalami pasang surut. Sampai-sampai akhirnya dinyatakan tidak ada.
Ternyata, seni lukis kaca itu masih ada. Ini dibuktikan adanya tujuh pelukis kaca berpameran di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta. Pameran yang dibuka oleh Prof. Dr. Romo Muji Sutrisno , selama 15 hari (1-15 Agustus) jelas-jelas memberikan bukti, betapa ketujuh pelukis kaca itu tulus merawat tradisi.
Dalam sambutannya, Romo Muji Sutrisno menegaskan tentang pudarnya tradisi yang tidak pernah dirawat, Sebaliknya mereka, ketujuh pelukis kaca itu justru merawat dengan keikhlasan dan malah mereka melakukan dobrakan terhadap tradisi yang sudah ada.
Ketujuh pelukis kaca itu adalah : Iskandar, Yose Sulawu, Andy B. Prakoso, HK Bhakti (Sumo), Bambang Sumatri, Stanislaus Hari Mulyanto dan Triyono S,Pd. Sekitar 70 lukisan kaca yang diketengahkan oleh ketujuh pelukis itu dan rata-rata mempunyai bobot artistik jempolan sertamerta dengan ciri khas yang masing-masing berkarakter.
Menyimak karya ketujuh pelukis kaca itu, terus terang berdecak kagum. Sebut saja karya HK Bhakti (Sumo), kelahiran Semarang, Ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang begitu oke dalam mengeksploitasi teknik Sang perupa ini memilih subyek matter cicak cicak divisualkan dalam bentuk yang naif, walau menggunakan media kaca.
Karya HK Bhakti ( Sumo) tidak kalah dengan lukisan di atas media kanvas. Karena itu perupa ini bisa dikategorikan dalam seni lukis kaca kontemporer. Dengan karakter yang sangat tegas, apa yang dilakukan perupa ini sangat bebas tanpa harus terikat pakem seni lukis kaca. Di sinilah kekuatan karya Hk Bhakti ( Sumo) yakni mendobrak tradisi seni lukis kaca yang sudah ada.
Lain lagi tatkala melihat lukisan karya Bambang Sumatri. Triyono maupun Andi B. Prakoso. Ketiga karya pelukis iti masih kental dengan pengaruh seni lukis kaca tradisional. Semangat mereka bertiga dalam berkarya terasa sekali apa adanya, kiranya tidak berlebihan mereka mampu memberikan motivasi pada perupa muda. Mereka berpartisipasi dalam melestarikan seni lukis kaca di tanah air, maka hal inilah yang patut diapresiasi.
Terhadap pelukis kaca yang lain, yang namanya tidak kesebut ditulisan ini, mereka pun memperlihatkan eksistensinya. Sebaliknya mereka juga memiliki kekuatan tersendiri dan karakternya sungguh tegas, sebagaimana tema pameran yang bertajuk Ekspresi Di Balik Kaca.
Namun omong omong kapan seni lukis kaca masuk ke Indonesia? Sejarah seni lukis kaca di Indonesia sulit dilacak awal mulanya. Tetapi yang terpenting dalam masalah ini adalah produk kaca di zaman hindia Belanda tergolong merupakan barang langka dan bernilai mahal.
Kaca dibawa oleh orang orang Belanda dari Eropa ke Indonesia sebagai barang komoditi. dan juga sebagai bentuk sovenir yang diberikan kepada raja –raja di wilayah Hindia Belanda. Jadi tercatatlah seorang bernama Mads Johansen Lange, pengusaha asal Denmark yang menjadi agen pemerintah Hindia Belanda berkedudukan di Pulau Bali pada tahun 1893, mengabadikan kecantikan istrinya, seorang perempuan bernama Ong Sang Nio dalam sebuah lukisan kaca. Dari peristiwa itulah awal mula seni lukis kaca dikenal di Hindia Belanda.
Di dunia, seni lukis kaca dikenal pertama kali di Italia sekitar abad XIV. Pada waktu itu kaca merupakan barang mewah. Di masa yang sama telah ditemukan pula bahan cat khusus untuk melukis di atas medium kanvas. Kata lain keberadaan seni lukis kaca semakin eksis. Media kaca juga mulai dipakai sebagai karya seni.
Demikianlah Ekspresi Di Balik Kaca tujuh pelukis kaca yang pameran di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta, awal Agustus sampai pertengahan, Pameran lukisan kaca tersebut tidak bisa ditutup-tutupi sebagai wujud apresiasi dan ternyata seni lukis kaca itu masih ada. (Syamsudin Noer Moenadi, Redaktur channelsatu,com dan penikmat lukisan ).