Jakarta, Channelsatu.com – Di tengah gempuran produk kecantikan luar negeri, riset terbaru menunjukkan bahwa mayoritas generasi milenial dan Gen Z di Indonesia ternyata masih setia menggunakan skincare lokal. Temuan ini dirilis oleh Populix melalui laporan bertajuk “Millennials & Gen Z Report: Local vs. Global Skincare Trends and Market Shifts”, yang memberikan wawasan menarik tentang pola konsumsi dan persepsi konsumen muda terhadap dunia kecantikan.
Dalam survei yang melibatkan 1.100 responden dari kalangan pria dan wanita usia produktif di seluruh Indonesia, tercatat 87% di antaranya menggunakan produk perawatan kulit lokal. Hal ini menjadi angin segar bagi industri kecantikan Tanah Air, yang selama ini bersaing ketat dengan produk luar, terutama dari Korea Selatan dan Jepang. Meski begitu, ironisnya, ketika ditanya negara mana yang menjadi kiblat tren skincare, 72% responden menjawab: Korea Selatan.
Menurut Indah Tanip, VP of Research Populix, ketimpangan ini menunjukkan bahwa meskipun pangsa pasar skincare lokal masih dominan, inovasi, citra merek, dan persepsi kualitas dari produk luar masih memegang kekuatan yang besar. “Bahkan angka Indonesia sebagai referensi tren hanya mencapai 27%, masih kalah jauh dari Korea Selatan dan bahkan Jepang,” ujarnya. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi merek lokal.
Adapun alasan utama konsumen muda melirik produk luar adalah persepsi akan teknologi skincare yang lebih maju (56%) dan bahan baku yang lebih berkualitas (48%). Sisanya dipengaruhi oleh ulasan dari influencer (22%), kecocokan dengan kulit (14%), harga (11%), hingga tampilan kemasan yang dinilai lebih estetik (10%). Strategi branding dan storytelling menjadi kunci besar dalam menarik hati milenial dan Gen Z.
Namun bukan berarti pasar lokal tertinggal sepenuhnya. Justru dari sisi penggunaan nyata, produk skincare lokal Indonesia masih jadi pilihan utama. Hal ini membuka ruang luas bagi brand untuk meningkatkan kualitas dan inovasi, terutama pada produk unggulan seperti cleanser (63%), sunscreen (54%), dan moisturizer (51%), yang menjadi tiga produk terfavorit.
Dari sisi perilaku belanja, mayoritas responden membeli skincare secara berkala setiap satu hingga tiga bulan (59%), sementara sebagian lainnya baru membeli saat stok habis atau saat ada promosi besar. Menariknya, sekitar 13% responden mengaku tidak menggunakan skincare sama sekali—sebuah pasar yang belum tergarap maksimal (untapped market) oleh industri kecantikan.
Sumber informasi tren skincare pun kini sepenuhnya bergeser ke dunia digital. Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menjadi rujukan utama (65%), disusul ulasan marketplace (27%), rekomendasi teman (23%), dan influencer kecantikan (19%). Bagi brand lokal, ini menjadi sinyal kuat bahwa pendekatan pemasaran digital yang kreatif adalah kunci untuk menembus hati konsumen muda.
Melihat data ini, Populix menekankan bahwa masa depan industri kecantikan lokal sangat potensial, asalkan para pelaku usaha terus melakukan inovasi berbasis insight konsumen. Dengan menggabungkan kualitas produk, storytelling yang kuat, dan strategi digital yang tepat, skincare lokal Indonesia bisa naik kelas dan bersaing sejajar di panggung global. ich