Jakarta, channelsatu.com: Ulah buruk yang dilakukan Bupati Garut, Aceng Fikri yang menikahi gadis di bawah umur dan hanya empat hari langsung diceraikan, kian mendapat sorotan publik.
Tokoh Pemerhati Perempuan dan Anak, Giwo Rubianto mengaku prihatin melihat ada seorang pemimpin di negeri ini, yang seharusnya jadi contoh teladan justru melakukan hal yang tidak terpuji.
Giwo pun menuliskan analisanya soal prilaku Aceng dari sisi hukum dan agama, yang disebutnya praktik nikah Aceng Fikri, sebagai kejahatan perkawinan.
Bupati Garut, dapat dijerat UU berlapis yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak, UU Perdagangan Manusia, UU Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Perdagangan Orang dan pasal kejahatan perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal UU Perdagangan Manusia juga bisa dikenakan kepada Aceng karena ada indikasi ia melakukan eksploitasi seksual kepada Fany . “Ada dua unsur perdagangan anak, yakni proses dan tujuan. Proses dalam kasus ini adalah Aceng memesan seorang perempuan untuk diperistri, sedangkan tujuannya diduga adalah untuk eksploitasi seksual.
Aceng bisa dijerat pasal UU Perlindungan Anak karena saat menikahi Fany Octora, perempuan itu belum genap berusia 18 tahun. Dari Perspektif UU Perlindungan Anak Aceng dapat dipidana 15 tahun. Karena menurut pasal 81 UU Perlindungan Anak ayat (2) menyebutkan ancaman pidana 15 tahun atau paling singkat 3 tahun bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain.
Mengapa menggunakan pasal tersebut dapat digunakan untuk menjerat, ada kecenderungan bahwa menurut berbagai keterangan Aceng, niat menikah dengan Fany cenderung diniati oleh hasrat biologis, ketimbang pernikahan untuk mewujudkan keluarga yang hamonis.
Pihak yang menawarkan Fany ke Bupati juga dapat diancam dengan perbuatan membujuk rayu untuk berhubungan badan dengan orang lain dan UU Perdagangan orang. Karena, pihak yang menawarkan sangat berperan terhadap kasus ini, baik langsung atau tidak langsung. Apalagi jika yang menawarkan memiliki niatan materi.
Polisi harus memproses Bupati dan membuktikan semua kejadian dan keterangan yang disampaikan sebelumnya. Jika terbukti, Bupati dapat diancam 15 tahun penjara.
Dalam kasus ini, dibutuhkan aparat hukum yang cakap dan berintegritas. Karena kasus tersebut menyangkut orang yang memiliki kekuasaan. Dengan demikian, dibutuhkan keberanian dan kemauan aparat penegak hukum untuk menindak oknum pejabat agar tidak semena-mena terhadap perempuan.
Islam sejatinya sangat menghargai perempuan, Secara prinsip, apa yang dilakukan Aceng telah melanggar nilai prinsip ajaran Islam, yaitu menghargai terhadap semua manusia tanpa terkecuali, termasuk kepada perempuan. Ini pelanggaran asasi ajaran agama, selain juga dapat dikategorikan kejahatan kemanusiaan.
Memang perlu disadari bahwa praktek seperti dilakukan Aceng banyak terjadi di berbagai daerah, baik oleh pejabat maupun rakyat biasa. Namun jika pejabat publik dikenai sanksi yang adil atas perbuatan tersebut, tentu akan memberikan efek jera bagi semua orang khususnya pejabat publik yang merasa memiliki kekuasaan.( Tokoh Pemerhati Perempuan dan Anak,Ir. Dra. Giwo Rubianto Wiyogo)