
Jakarta, channelsatu.com:Phuket adalah salah satu destinasi yang kondang di Thailand, jaraknya dari Bangkok 867 Kilometer. Luas Phuket 548 km2, lebih kecil dari Singapura. Ibukotanya: Phuket Town terletak di pesisir timur, sedangkan bandara udaranya ada dibagian utara. Adakah hal yang menarik tentang Phuket, jelasnya tidak lain ialah mengenai wisata baharinya yang mencorong teristimewa bagi penggemar yacht serta sejatinya mampu sebagai sumber devisa (tentu bagi Thailand).
Dari Phuket-lah pihak pemerintah Indonesia (pastinya dikomandoi Kementerian Pariwisata ) melakukan promosi sekaligus sosialisasi Peraturan Presiden (PP) Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 perihal kunjungan kapal wisata yacht asing ke Indonesia.
Langkah yang jitu jika pihak Kementerian Pariwisata melakukan sosialisasi di Phuket, selain di Langkawi, Malaysia. Sungguh tindakan yang patut diancungi jempol mengingat Kementerian Pariwisata berstrategi jemput bola di Phuket maupun di Langkawi, alih–alih banyak kapal yacht yang bersandar di kedua tempat tersebut.
PP Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 berisi masalah kemudahan terhadap kapal wisata yacht asing berserta awal kapal dan/atau penumpang termasuk barang bawaan dan/atau kendaraan yang akan memasuki wilayah perairan Indonesia dalam rangka kunjungan wisata. Kemudahan itu meliputi bidang kepabeaanan, keimigrasian, karantina dan kepelabuhan.
Kapal wisata yacht asing yang akan melakukan kunjungan wisata ke Indonesia pada akhirnya diberi kemudahan apabila masuk dan keluar melalui 18 pelabuhan (di Indonesia). “Ya, kabar gembira itu disambut dengan sukacita bagi penggemar yacht. Mereka gembira sekali. Selama ini mereka mengalami kesulitan untuk berlayar di wilayah perairan Indonesia. Namun kini mereka bakal lega. Penggemar yacht di dunia jelas merasa bahagia, “cetus Iqbal Alamsyah, anggota tim sosialisasi dari Kementerian Pariwisata.
Seiring dengan sosialisasi PP Republik Indonesia wisata yacht asing ke Indonesia di Phuket maupun di Langkawi , Malaysia, maka langkah terpuji juga bahwa Indonesia pun menggandeng Thailand dalam kesepakatan pemngembangan tiga program wisata unggulan. Kerjasama Indonesia- Thailand dihasilkan dalam pertemuan ASEAN Tourism Forum (ATF) di Nay Pyi Taw, Myanmar pada akhir Januari 2015.
Tiga program wisata unggulan meliputi: Cruise & Yacht, Bali Phuket Travel Package dan Buddihism Traveling. Menteri Pariwisata, Arief Yahya menyatakan program Buddhism Traveling di Indonesia difokuskan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Sedangkan untuk Bali Phuket Package diharapkan mampu meningkatkan daya tarik kunjungan kedua destinasi tersebut.
Sebagai destinasi internasional, Bali sudah demikian kondang, tidak terkecuali Phuket yang letaknya di selatan agak ke barat daya Thailand. Terus letak ke barat dan selatan menghadap laut Andaman. Lantas ke timur mengarah ke Phang Nga Bay yang tidak begitu jauh dengan James Bond Island. Dinamakan James Bond Island lantaran syuting film James Bond di suatu pulau di seputar Phang Nga Bay.
Kerjasama Indonesia – Thailand di bidang pariwisata itu dilakukan untuk mengembangkan pariwisata di kawasan segitiga ASEAN, yaitu Sabang di Indonesia, Phuket di Thailand, dan Langkawi di Malaysia. Kerjasama sepuluh pelabuhan kapal pesiar yang secara toral bisa menerima kedatangan 800 cruise, serta 45 destinasi selam, cruise, dan yacht. Apa yang dilakukan pemerintah tersebut kiranya akan memberi dampak signifikan untuk sejumlah pelabuhan.
Perlu diketahui wisatawan yang menggunakan cruise rata-rata mengeluarkan belanja wisata lebih besar dibanding wisatawan kebanyakan. Juga patut diketahui kapal pesiar tidak perlu pelabuhan untuk bersandar, cukup dengan kedalaman laut tertentu yang memenuhi syarat. Selanjutnya, bisa bersauh di lepas pantai menggunakan sekoci ke daratan.
Tidak diingkari semuanya itu (untuk mewujudkan wisata bahari) perlu promosi yang mumpuni. Selangkah demi selangkah sudah dilakukan. Tapi harap digarisbawahi bahwa sesungguhnya Indonesia belum maksimal memanfaatkan wisata bahari sebagai sumber devisa. Bandingkan dengan Malaysia atau Maladewa misalnya.
Pendapatan Malaysia dari wisata bahari adalah 40 persen pendapatan domestik bruto (PDB). Bahkan Maladewa sudah memperoleh seratus persen. Bagaimana Indonesia? Baru mendapat 10 persen, kendati secara potensi negara ini luar biasa. Pendapatan Indonesia justru (seharusnya) memperoleh lebih besar dari kedua negara itu.
Tidak bisa ditampik dan harus diakui Indonesia belum maksimal memanfaatkan wisata bahari. Lihat saja Queensland, satu wilah di Australia yang hanya memiliki garis pantai sepanjang 2.300 kilometer bisa menghasilkan 3 miliar dolar AS pada tahun 2012. Sementara Indonesia dengan garis pantai lebih dari 95 ribu km baru meraup devisa 1 miliar dolar AS.
Sepanjang 2015 -2019 pemerintah akan menggarap wisata bahari hingga 35 persen. Tahun ini target wisman yang beraktivitas wisata bahari di Indonesia hanya 2,3 juta orang. Pada tahun 2019 jumlahnya diharapkan bisa mencapai 4 juta orang. Tentu segala sesuatunya itu diperlukan promosi yang jitu, dan langkah pemerintah memang sudah berada pada tatanannya, tidak sekadar menunggu namun menjemput bola, yakni blusukan ke Phuket dan Langkawi (Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis senior, dan aktif di kumpulan Penggiat Pariwisata Indonesia –P2I).