Perancis, channelsatu.com: Sepekan menjelang Festival Film Cannes berakhir, delegasi Indonesia mengadakan pertemuan dengan beberapa delegasi dari negara lain. Di antara mereka ada pula yang bertemu secara personal.
Dalam tingkat ini, pertemuan yang terjadi seolah-olah menjadi adonan pertemuan G to G, B to B, dan P to P. Kesejatian sebuah festival di antaranya memang melebur dan mewujud dalam hal-hal seperti ini.
Entah berapa kali lagi pertemuan sejenis masih memungkinkan terjadi pada beberapa hari yang masih ada. Tentunya keikutsertaan Indonesia dalam festival film akan menjadi sesuatu yang sangat berharga manakala dari pertemuan antardelegasi ini Indonesia memeroleh banyak manfaat. Semua sangat tergantung dari daya tarik kehadiran Indonesia dalam penyelenggaraan festival film di Cannes kali ini.
Kata kunci dari sejumlah pertemuan yang ada adalah perluasan dan pemantapan jejaring dalam industri perfilman. Hasil jejaring ini di antaranya ada yang perlu dan harus ditindak lanjuti dalam pertemuan antar kementerian yang bersifat bilateral. Sebagian ada yang mewujud dalam kesepakatan bisnis. Sebagian yang lain mungkin hanya sebatas dialog bermakna antar penggiat perfilman. Dengan kata lain, dunia perfilman kita tidak akan menjadi barang asing dalam jagad perfilman dunia.
Salah satu hasil dari pertemuan yang terselenggara adalah meningkatnya minat produser atau tim film asing untuk melakukan pengambilan gambar di Indonesia. Bukan hanya untuk syuting satu film belaka, seorang produser bahkan secara lugas menyebut Indonesia sebagai lokasi syuting untuk tiga filmnya. Dua di antaranya sebagian besar mengambil lokasi di Jawa Timur dan Sulawesi. Satu film lainnya akan diperoleh dari kumpulan gambar yang diperolehnya dari Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
One stop service atau pelayanan satu pintu untuk pembuatan film asing di Indonesia dengan sendirinya menjadi semakin layak untuk segera dibentuk. Model pelayanan ini akan memudahkan produser atau tim film asing menggelontorkan dana pembuatan film mereka di Indonesia. Investasi film yang demikian secara langsung memberi banyak manfaat kepada insan perfilman nasional dan masyarakat umum. Secara tidak langsung, daya tarik dan reputasi Indonesia sebagai lokasi pembuatan film juga akan terdongkrak.
Kesesuaian antara bentuk-bentuk layanan satu pintu dan kebutuhan produser/tim asing inilah yang akan menjadi kunci utama dalam meningkatkan minat pasar film internasional terhadap Indonesia sebagai lokasi syuting. Secara jelas, produser film asing menilai Indonesia sangat banyak memiliki tempat-tempat untuk syuting yang luar biasa indah dan tepat bagi film mereka. Secara jelas pula mereka menyebut keunggulan Indonesia dibandingkan dengan negara lain dalam hal rendahnya harga produksi, banyaknya pilihan lokasi, serta karakter dan kepribadian orang Indonesia. Terlepas dari pengembalian pajak yang tak setinggi dibandingkan Malaysia dan Korea, rendahnya biaya produksi di Indonesia tetap dipandang sebagai nilai unggul Indonesia dalam pembuatan film.
Minat produser atau tim film asing yang demikian perlu disikapi dunia perfilman Indonesia secara tepat. Pertama, kemudahan dan kepastian dalam urusan administrasi keimigrasian dan kepabeanan akan menjadi gerbang kepuasan mereka sebagai investor. Layanan satu pintu dalam hal ini merupakan solusi yang paling tepat.
Kedua, pendampingan serta kemudahan dan kelengkapan fasilitas selama pengambilan gambar di Indonesia akan memberi jaminan serta perlindungan secara wajar. Hal ini diyakini dapat memberi rasa aman selama proses syuting di beberapa daerah di Indonesia. Di sisi lain, Indonesia dan masyarakatnya pun tidak akan “terganggu” dengan kehadiran produser atau tim film asing yang bekerja di Indonesia.
Ketiga, ke arah depan Indonesia perlu menyiapkan sarana dan prasarana paskaproduksi film yang lebih dari memadai. Tujuannya jelas, yakni agar biaya produksi film semakin banyak dibelanjakan di Indonesia. Selain itu, keunggulan sarana paskaproduksi film Indonesia dapat menjadi penguat daya tarik produser atau tim film asing untuk memilih, kembali memilih, dan selalu memilih Indonesia.
Tinggal sekarang, bagaimana kita menangkap peluang emas dari meningkatnya minat pasar internasional terhadap Indonesia ini. Hal yang pasti, peluang emas ini pun telah digarisbawahi oleh sejumlah delegasi dari Singapura dan Malaysia yang sangat berminat pula untuk menjalin hubungan perfilman dengan Indonesia. (Oleh Armein Firmansyah, Direktur Pengembangan Industri Perfilman, Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) Foto: Ilustrasi.