Nasional

Mengurai Masalah Perdagangan Anak

8
×

Mengurai Masalah Perdagangan Anak

Sebarkan artikel ini

 

Jakarta, channelsatu.com: Beberapa saat kita dihebohkan oleh berita memilukankan. Betapa tidak, 7 perempuan dibekuk polisi Jakarta Barat karena hendak menjual bayi-bayi keluar negeri yang didapatkan dari keluarga tidak mampu. Mengapa hal ini terjadi?

 

 

 

• Dewasa ini, trafficking anak merupakan isu yang paling aktual dan fundamental, terjadi bukan hanya di Indonesia saja melainkan diseluruh dunia.

 

Munculnya berbagai kasus trafficking anak karena telah terjadi secara sistemik: tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, penjeratan hutang, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan anak tereksploitasi.

 

• Maraknya perdagangan anak berawal dari masalah ekonomi, sosial, politik dan budaya.

 

• Sebenarnya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948 ; Memuat hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tidak secara tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan setiap individu mempunyai hak bebas, yang secara mendasar terbebas dari trafiking.

 

• Konvensi Hak Anak 1989 ; Secara tegas mengatur hak anak yang berbeda dengan orang dewasa. Pada pasal 34 dan 35 Konvensi ini berkaitan langsung dengan penentangan terhadap eksploitasi seksual, perlakuan salah secara seksual, dan perdagangan anak.

 

• KILO 182 Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terpuruk Anak ; Penggunaan anak dalam prostitusi dan pornografi dianggap sebagai bentuk pekerjaan terpuruk anak. Konvensi ini sangat berkait erat dengan pekerja anak, sedangkan perdagangan anak tidak termasuk. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini dengan UU No. 1 tahun 2000.

 

• Protokol untuk Mencegah Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia Terutama Anak yang Melengkapi Konvensi PBB untuk Melawan Kejahatan Terorganisir antar Negara ; Secara tegas menegaskan definisi perdagangan manusia:

“Perdagangan manusia berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Pada Protokol ini secara tegas menyebutkan anak “berarti setiap orang yang usianya di bawah delapan belas tahun.”

 

Kebijakan Nasional

 

• Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara tegas melarang perdagangan anak.

 

• UU NO. 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang memberikan sanksi terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak. Tindak pidana perdagangan anak menurut Pasal 17 UU NO. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi: Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga), yaitu dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.160.000.000,00 dan paling banyak Rp.800.000.000,00. Akan tetapi sampai sekarang masih banyak sekali kasus perdagangan anak yang terjadi, dikarenakan kurang tegasnya penegakan hukum dan kurang beratnya sanksi yang dijatuhkan kepada pelakunya.

 

• Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak Keppres No. 88 Tahun 2002 ; lahir karena didorong oleh keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai kasus perdagangan anak. Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara yang dikategorikan sebagai (1) negara yang memiliki korban perdagangan anak dalam “jumlah yang besar,” (2) pemerintahannya belum sepenuhnya menerapkan “standar-standar minimum” serta (3) tidak atau belum melakukan “usaha-usaha yang optimal” dalam memenuhi standar pencegahan dan penanggulangan perdagangan anak

 

Mengapa Trafiking Anak perlu dicegah?

 

Penelitian ILO-IPEC di Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat memperkuat bahwa trafiking di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks karena juga diperluas oleh faktor ekonomi dan sosial budaya.

Kualitas hidup miskin di daerah pedesaan dan desakan kuat untuk bergaya hidup materialistik membuat anak dan orang tua rentan dieksplotasi oleh trafiker. Disamping diskriminasi terhadap anak perempuan, seperti kawin muda, nilai keperawanan, pandangan anak gadis tidak perlu pendidikan tinggi menjadi kunci faktor pendorong. Anak-anak yang ditrafiking bekerja dengan jam kerja relatif panjang dan rawan kekerasan fisik, mental, dan seksual. Mereka tidak mempunyai dukungan atau perlindungan minimal dari pihak luar. Kesehatan mereka juga terancam oleh infeksi seksual, perdagangan alkohol dan obat-obatan terlarang.

 

Solusi Pencegahan Trafiking Anak

1. Memperkuat sinergi antara aparat penegak hukum dan masyarakat.

2. Penegakan hukum atas pelaku tindak pidana perdagangan anak.

3. Memperluas kampanye secara massif melalui media dan potensi lokal agar dapat mencegah           masalah perdagangan       anak.

4. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas untuk     memperluas angka    partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan.

5. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar.

6. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan.

7. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha       sendiri.

8. Merubah sikap dan pola fikir keluarga dan masyarakat terhadap trafiking anak. Inti dari program     ini mencegah    anak-anak perempuan dilacurkan dengan mengupayakan :

1. Peningkatan partisipasi pendidikan anak-anak baik formal maupun non formal,

2. Pemberian peluang kerja, dan

3. Penyadaran masyarakat untuk mencegah perdagangan anak untuk pelacuran. (Oleh Ir. Dra. Giwo     Rubianto Wiyogo .Mpd/Pemerhati Anak dan Perempuan Indonesia). Foto: Ilustrasi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *