Jakarta, Channelsatu.com – Perubahan konstelasi Pilkada DKI Jakarta 2024 benar-benar sulit dibaca. Termasuk ketika mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang memberikan sinyal dukungan terhadap pasangan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) Pramono Anung-Rano Karno.
Dikutip dari akun X Anies Rasyid Baswedan @aniesbaswedan, dia memposting saat kebersamaannya dengan Pramono-Rano.
“Membersamai terbitnya matahari, berlangsung silaturahmi Forum Ulama Habaib (FUHAB) bersama Mas @PramonoAnung dan Bang Doel di Pendopo Lebak Bulus,” ucap Anies di akun X @aniesbaswedan
“Dipimpin Ketua DPP FUHAB, KH Luthfi Zawawi, berdiskusi santai dan menyamakan derap langkah: berjuang untuk warga Jakarta. Diakhiri dengan doa dan sarapan nasi uduk Betawi, plus soto Betawi,” tutupnya.
Langkah Anies ini memberikan sejumlah analisis tentang manuvernya menuju 2029 melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Diketahui PDIP menjadi partai pengusung Pramono-Rano di DKI 2024.
Akun X Dokter Tifa @DokterTifa memberikan beberapa alasan mengapa Anies mendukung Pramono-Rano.
“Dalam lima tahun ke depan, Bu Mega makin sepuh. Ajal makin mendekat, Pak Pramono akan menjadi orang Nomor 1 PDIP. Maka, dukungan PDIP sejak awal untuk Anies Baswedan maju 2029 menjadi faktor paling penting,” ucapnya.
“Dan dukungan Anies untuk Pak Pramono saat ini, sebagai Gubernur Jakarta, kawasan paling penting dari seluruh Indonesia, adalah salah satu kunci meraih RI 1 di 2029,” ungkapnya.
Menurut Dokter Tifa, tak tertutup kemungkinan Anies Baswedan – Pramono Anung for RI 1 – RI 2 di 2029. Mengapa harus PDIP?
Anies akan bertarung melawan Presiden Prabowo di 2029, jika beliau masih sehat dan masih hidup, maka Pak Prabowo pasti maju lagi.
Kemudian, Di masa yang makin sekuler dan makin agnostik saat ini, dukungan Partai-Partai beraliran agama, tidak relevan dan tidak signifikan lagi. Pilpres 2024 menjadi buktinya. Suara diraih hanya 25 persen dari 87 persen penduduk Muslim Indonesia.
“Maka Anies, sejak sekarang harus tampil makin nasionalis-sekuler. Tahun 2029 nanti, 80 persen pemilih adalah populasi milenial dan zilenial,” tuturnya.
“Yang sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan toilet sekarang ada lambang lelaki, lambang perempuan, dan lambang non-binare di toilet TK dan SD. Dan sudah sangat terbiasa melihat LGBT berciuman di jalanan. Dan masjid, gereja, pura, makin sepi dan jadi tempat tidur homeless person. Dan melihat pemimpin agama Islam mencium tangan pemimpin agama Katholik. Imam Besar Istiqlal mencium tangan Paus dan jadilah Menteri Agama,” ungkapnya.
Selanjutnya, karena 2029, China makin menguasai dunia, dan mencapai puncak kekuasaan di 2035. Pemimpin yang identik dengan agama, apalagi agama yang paling ditakuti, dan tampil kearab-araban tidak akan laku dijual.
“Maaf buat anda yang kejang-kejang membacanya. Saya terbiasa dengan bahasa lugas dan straight forward dalam menyampaikan pendapat. Dan here is the fact. Politik adalah dunia yang sangat pragmatis,” tegasnya.
“Dalam politik: Tidak ada kawan atau lawan yang abadi. Yang abadi adalah Kepentingan dan Kebucinan,” tutupnya. (Fjr)