
Jakarta, channelsatu.com: Sebentar lagi hari Besar Idul Adha atau Idul Kurban 1437 H/ 2016 M yang jatuh 12 September 2016, akan dilaksanakan umat Islam. Perhelatan tersebut merupakan bukti nyata kita terhadao kisah cinta Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan titah Allah SWT. Allah telah melanggengkan syariat yang dijalankan Nabi Ibrahim AS beribu-ribu tahun lalu.
Jutaan umat Islam di belahan penjuru dunia menyalankan syariat kurban setiap tahun, menyembelih hewan kurban. Semua dilakukan dengan ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah. Bercerita tentang Idul Kurban, terdapat keunikan yang ditemui di Bali yang mayoritas beragama Hindu.
Di Bali, kaum Musliman kebanyakan tinggal di Kabupaten Karangasem yang wilayahnya terletak di ujung timur Pulau Bali, hewan kurban berupa sapi yang disembelih tidak boleh berwarna putih. Kenapa? Lantaran adanya toleransi keagamaan terhadap penduduk Bali yang memeluk agama Hindu.
Sapi yang berwarna putih oleh masyarakat setempat dianggap sebagai hewan yang disucikan. Hal lain yang unik dijalankan kaum Musliman di Kabupaten Karangasem, Bali adalah Megibung. Yakni ritual tanda terima kasih khas Bali saat Idul Kurban.

Saat ini Megibung sudah menjadi bagian tradisi yang mengakar Kaum Musliman bersama warga Bali. Jadi tidak hanya dilakukan ketika Lebaran Haji saja, melainkan pada waktu tertentu yang ditentukan secara bersama. Namun, justru pada musim Haji musti diadakan.
Megibung ialah cara makan bersama yang terdiri dari beberapa kelompok. Setiap satu kelompok umumnya terdiri dari 6-8 orang dengan posisi duduk melingkar atau berhadapan. Kelompok-kelompok itu mengelilingi nampan atau tempat sajian makanan.
Makanan yang terhidang berisi nasi, lauk, lawar yang berupa kelapa, daun belimbing, daging ayam atau kambing atau sapi dan bumbu khas Bali. Ditambah sate plecing, sup (disebut pula komoh) gegubah (lempyong, pepesan, kacang, aneka urap serta lauk lain.

Untuk menyantap sajian ini mereka menggunakan tangan sertamerta dilakukan bersama-sama. Terdapat hal yang harus diingat, bahwa pada saat makan tidak diperkenankan ada makanan yang terjatuh di wadah alias di tempat nasi. Bagaimanapun harus di luar wadah nasi.
Yang juga harus diperhatikan, apabila ada salah seorang peserta Megibung yang terlebih dulu kenyang, maka orang tersebut tidak diperkenankan bangun dari duduknya terlebih dulu bahkan meninggalkan tempat Megibung. Sebaliknya musti menungggu peserta lain supaya selesai dan bangun bersama-sama.
Tradisi Megibung bisa dihelat apabila sedang bersilaturahim atau sekadar berkumpul, entah bersama karabat atau sanak keluarga Megibung tidaklah cukup untuk membuat prut kenyang, tapi di balik tradisi itu dapat dijadikan forum tukar pikiran maupun canda ringan satu sama lain.
Menurut masyarakat di Kabupaten Karangasem, Megibung berasal dari kata dasar Gibung yang mendapat awal me. Jadilah Megibung. Kata Gibung memiliki arti kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan saling berbagi antara satu orang dengan lainnya. Sedangkan awalan me-Gibung berarti melakukan suatu kegiatan atas aktivitas.
Nah, sejatinya Megibung dalam kesempatan Idul Kurban menjadi sarana interaksi secara jempolan dalam kehidupan di Bali yang multi agama. Pada akhirnya Megibung menjadikan tradisi budaya lokal, kearifan lokal sebagai kegiatan sehari masyarakat Kabupaten Karangasem. (Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis, pemerhati kuliner, channelsatu.com)
Jakarta, channelsatu.com: Sebentar lagi hari Besar Idul Adha atau Idul Kurban 1437 H/ 2016 M yang jatuh 12 September 2016, akan dilaksanakan umat Islam. Perhelatan tersebut merupakan bukti nyata kita terhadao kisah cinta Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan titah Allah SWT. Allah telah melanggengkan syariat yang dijalankan Nabi Ibrahim AS beribu-ribu tahun lalu.
Jutaan umat Islam di belahan penjuru dunia menyalankan syariat kurban setiap tahun, menyembelih hewan kurban. Semua dilakukan dengan ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah. Bercerita tentang Idul Kurban, terdapat keunikan yang ditemui di Bali yang mayoritas beragama Hindu.
Di Bali, kaum Musliman kebanyakan tinggal di Kabupaten Karangasem yang wilayahnya terletak di ujung timur Pulau Bali, hewan kurban berupa sapi yang disembelih tidak boleh berwarna putih. Kenapa? Lantaran adanya toleransi keagamaan terhadap penduduk Bali yang memeluk agama Hindu.
Sapi yang berwarna putih oleh masyarakat setempat dianggap sebagai hewan yang disucikan. Hal lain yang unik dijalankan kaum Musliman di Kabupaten Karangasem, Bali adalah Megibung. Yakni ritual tanda terima kasih khas Bali saat Idul Kurban.
Saat ini Megibung sudah menjadi bagian tradisi yang mengakar Kaum Musliman bersama warga Bali. Jadi tidak hanya dilakukan ketika Lebaran Haji saja, melainkan pada waktu tertentu yang ditentukan secara bersama. Namun, justru pada musim Haji musti diadakan.
Megibung ialah cara makan bersama yang terdiri dari beberapa kelompok. Setiap satu kelompok umumnya terdiri dari 6-8 orang dengan posisi duduk melingkar atau berhadapan. Kelompok-kelompok itu mengelilingi nampan atau tempat sajian makanan.
Makanan yang terhidang berisi nasi, lauk, lawar yang berupa kelapa, daun belimbing, daging ayam atau kambing atau sapi dan bumbu khas Bali. Ditambah sate plecing, sup (disebut pula komoh) gegubah (lempyong, pepesan, kacang, aneka urap serta lauk lain.
Untuk menyantap sajian ini mereka menggunakan tangan sertamerta dilakukan bersama-sama. Terdapat hal yang harus diingat, bahwa pada saat makan tidak diperkenankan ada makanan yang terjatuh di wadah alias di tempat nasi. Bagaimanapun harus di luar wadah nasi.
Yang juga harus diperhatikan, apabila ada salah seorang peserta Megibung yang terlebih dulu kenyang, maka orang tersebut tidak diperkenankan bangun dari duduknya terlebih dulu bahkan meninggalkan tempat Megibung. Sebaliknya musti menungggu peserta lain supaya selesai dan bangun bersama-sama.
Tradisi Megibung bisa dihelat apabila sedang bersilaturahim atau sekadar berkumpul, entah bersama karabat atau sanak keluarga Megibung tidaklah cukup untuk membuat prut kenyang, tapi di balik tradisi itu dapat dijadikan forum tukar pikiran maupun canda ringan satu sama lain.
Menurut masyarakat di Kabupaten Karangasem, Megibung berasal dari kata dasar Gibung yang mendapat awal me. Jadilah Megibung. Kata Gibung memiliki arti kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan saling berbagi antara satu orang dengan lainnya. Sedangkan awalan me-Gibung berarti melakukan suatu kegiatan atas aktivitas.
Nah, sejatinya Megibung dalam kesempatan Idul Kurban menjadi sarana interaksi secara jempolan dalam kehidupan di Bali yang multi agama. Pada akhirnya Megibung menjadikan tradisi budaya lokal, kearifan lokal sebagai kegiatan sehari masyarakat Kabupaten Karangasem. (Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis, pemerhati kuliner, channelsatu.com)