Jakarta, channelsatu.com: Geliat industri film nasional bisa disebutkan kian membawa ke arah positif. Hal ini bisa terlihat kian banyaknya produksi film nasional. Wal hasil untuk tayang di bioskop banyak film nasional yang kudu antri tayang. Bahkan tidak sedikit yang antri tayang harus menunggu setahun lebih, baru film yang diproduksi bisa tayang.
Ini menunjukan bahwa layar bioskop yang ada belum mampu menampung untuk menayangkan film nasional dengan cepat. Pasalnya kuota tayang film nasional juga harus berbagi dengan film impor. Tentu saja ketika Pemda DKI berencana membangun bioskop rakyat di wilayah PD Pasar Jaya, di 3 tempat, di Pasar Kenari, Pasar Teluk Gong dan Pasar Baru, dengan tarif Rp 15.000 sampai Rp 20. 000 per-orang, langsung disambut positif oleh Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), H. Djonny Syafruddin dan Direktur Operasional grup Cinema XXI, Jimmy Haryanto.
“Kami mendukung sekali jika niat Pemda DKI untuk membangung bioskop. Bahkan orang PD. Pasar Jayanya sendiri sudah bertemu dengan kita,” kata Jimmy dihadapan media, dalam acara silaturhim berbuka puasa bersama dengan media, Senin (11/6/2018) di rumah makan Suharti, Jakarta Pusat.
“Tentu kita juga sangat mensupport sekali niat Pemda DKI membangung bioskop. Hanya saja Djonny mengingatkan, membangun bioskop zaman sekarang beda dengan bioskop zaman dulu. Fasilitasnya untuk penonton harus bernar-benar diperhatikan bagi pengelola bioskop. Kalau tidak, mereka tidak akan datang ke bioskop” timpal Djonny yang siap memberikan masukan sebagai konsultan bagaimana mengelola bioskop jika Pemda DKI membutuhkan.
“Tempatnya harus strategis, Parkir untuk kendaraannya harus mencukupi, harus dibuatkan ekskalator untuk menuju ke bioskop, harus ada AC, proyektor dan sound sistem yang sesuai standar bioskop pada umumnya. Juga keyamanan dan keamanan yang sesuai meskipun konsepnya tidak seperti bioskop di Cinema XXI tapi masyarakat yang ingin nonton, terpenuhi kenyamanan dan keamanannya,” terang Djonny soal idealnya membangun bioskop zaman sekarang.
Kehadiran bioskop rakyat nantinya disisi lain bagi Jimmy tak mempengaruhi penonton film yang biasa hadir ke Cinime XXI. “Segmen penontonnya ‘kan beda. Jadi ga masalah bagi kami. Sebab, dengan kian banyaknya layar justru kian membantu kemajuan industri film nasional,” kata Jimmy.
“Karena film sudah menjadi industri, pemerintah, lewat Pak Presiden Jokowi, saya mengusulkan harusnya membuat Kepres, membantu perkembangan pertumbuhan bioskop di Indonesia. Caranya mempermudah memberikan pinjaman untuk membangung bioskop,” paparnya.
Selain dibutuhkannya layar yang banyak demi kemajuan industri film nasional, diterangkan Djonny, harus satu visi, dengan bersinergi kerjasama saling menguntungkan antara pengelola bioskop dan para sineas, saat akan memproduksi film. “Saya usulkan, perlu dilakukan sebelum film diproduksi, kita duduk satu meja, antara pengelola bioskop, produser, sutradara dan penulis skenario, agar film yang akan diproduksi berkualitas dan laku di pasar,” jabar Djonny yang sudah puluhan tahun mengelola bioskop dan paham film yang diinginkan penonton.
“Jangan ketika film penontonnya sedikit, bioskop yang disalahkan. Padahal kualitas filmnya yang memang tidak menarik untuk disaksikan,” kilah Jimmy yang memberikan sedikit tips agar film banyak disaksikan, menurutnya buat film berkualitas baik dan promosinya yang besar.
“Ini ada film seminggu mau tayang baru melakukan promosi. Kalau sudah begitu susah untuk mengajak penonton untuk menyaksikannya,” kritik Jimmy yang sering menemui rumah produksi kurang memahami betapa pentingnya promosi yang gencar dan terencana untuk mengajak masyarakat menyaksikan film yang mereka produksi. (Ibra)