Yogyakarta, channelsatu.com: Lembaga antikorupsi di Asia Tenggara berupaya mengejar aset-aset koruptor dengan menggunakan bantuan hukum timbal balik lintas negara (mutual legal assistance) sebagai salah satu mekanismenya.
“Pemerintah Indonesia sedang menetapkan rencana aksi yang seharusnya selesai pada akhir 2012 untuk melakukan pengembalian aset dari hasil korupsi termasuk melalui upaya MLA,” kata Deputi VI Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Mas Achmad Santosa dalam lokakarya internasional “International Cooperation and Mutual Legal Assistance” di Yogyakarta, Senin (10/9).
Target pengembalian aset yang ditetapkan pemerintah menurut dia adalah pada 2012-2014 adalah 80 persen, 2015-2019 adalah 90 persen, 2020-2024 adalah 95 persen dan pada 2025 adalah 96 persen.
“Memang ini adalah target yang ambisius, Bappenas dan Kementerian Hukum dan Ham
sedang mengukur indikator-indikatornya pengembalian asetnya,” ungkap mantan pelaksana tugas KPK itu.
Contoh negara di Asia Tenggara yang juga melakukan upaya pengembalian aset adalah Brunei Darussalam melalui “Criminal Asset Recovery Order” yang baru efektif pada 16 Juni 2012.
“Aturan ini termasuk permintaan negara lain untuk pembatasan, penyitaan dan perintah
pengembalian aset maupun persetujuan pembagian penyitaan properti dan aset,” kata Deputi bidang Litigasi Kejaksaan Brunei Darussalam Shahyzul Khairuddien Abdul Rahman dalam acara yang sama.
Sedangkan Jaksa Senior Komisi Ombudsman Filipina Jesus A Michel mengatakan bahwa
pengembalian aset koruptor di Filipina dilakukan dengan UU Anti-Pencucian Uang yang
mengakomodasi permintaan MLA. “Misalnya adalah Amerika Serikat mengembalikan lebih dari 100 ribu dolar AS yang disita dari purnawirawan tentara Jenderal Carlos Garcia dan penyitaan properti di California milik istri pejabat badan pengawas tentara Letjen Jacinto Ligot,” jelas Jesus.
Indonesia sudah menandatangani perjanjian MLA dengan sejumlah pihak lain seperti Australia (diratifikasi pada 1999), China (2006), negara-negara ASEAN (2008), Hong Kong (2012), Korea Selatan dan India (masih menunggu ratifikasi).
Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto mengungkapkan bahwa kesulitan yang dialami Indonesia selama ini dalam MLA adalah biayanya yang mahal dan waktu yang lama. “MLA bisa sangat mahal dan kesulitan kami selama ini adalah penyelesaian dengan mekanisme MLA rata-rata butuh waktu 2 tahun,” kata Kuntoro.
Lokakarya tersebut diselenggarakan oleh South East Asia Parties Againts Corruption (SEAPAC)
pada 10-13 September di Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta yang dihadiri oleh lembaga
antikorupsi di negara-negara Asia Tenggara seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura,
Kamboja, Filipina, Thailand, Vietnam dan Laos serta perwakilan lembaga penegak hukum dari
negara-negara Organization of Economic Cooperation and Development (OCED) antara lain
Amerika Serikat, Australia dan Korea Selatan.
Bentuk MLA yang dapat dilakukan Indonesia menurut UU No 1 tahun 2006 antara lain dapat
berupa memeriksa dan mengidentifikasi orang, tempat dan sesuatu, transfer kustodian dan
memberikan bantuan dengan “immobilization” dari alat-alat kegiatan kriminal.
Namun, bantuan mungkin ditolak oleh salah satu negara (sesuai dengan perjanjian rincian)
untuk politik atau alasan keamanan, atau jika pelanggaran pidana dalam pertanyaan tidak
dihukum sama di kedua negara.
KPK sayangnya juga belum pernah menghitung berapa jumlah aset yang dapat diselamatkan dari penerapan MLA dari total Rp 152,4 triliun dana yang diselamatkan KPK pada 2011. Foto: Ilustrasi. (ant/ip/ch1)