Scroll untuk baca artikel
Film, Musik, TV

INDONESIA – ITALIA BERSEMI KEMBALI DALAM LASKAR PELANGI

6
×

INDONESIA – ITALIA BERSEMI KEMBALI DALAM LASKAR PELANGI

Sebarkan artikel ini

Jakarta, channelsatu.com: Venesia, kota impian, a city of poerty, kata orang Italia dengan bangga,  sore hari dan senja mulai jatuh, tanggal 26 Agustus 1959, di Palazzo del Cinema, dengan perasaan dag-dig-dug, Usmar Ismail menunggu pemutaran film karyanya, yaitu berjudul Tiga Dara dengan ironi.
Usmar Ismail tidak percaya bahwa film karyanya itu diputar dan disandingkan dengan karya sutradara kaliber besar William Wyler, Ingmar Bergmen dan Alfred Hitchock. Tiga Dara diputar dalam Seksi Informasi, bukan Seksi Kompetisi. Tahun 1959 adalah Festival FilmVenesia ke-20, karena pada masa Perang Dunia II tidak diadakan. Signore Ammanati, Ketua Panitia Festival, dan Sekretaris festival Signore Hagnato yang mengundang Tiga Dara untuk diputar di festival  bergengsi itu, serta tentu saja Usmar Ismail diharapkan menyertai saat pemutaran.

Saking gelisahnya, Usmar Ismail sampai tiga kali pindah tempat duduk, sebelum Tiga Dara ditayangkan. Tiga Dara diputar di Palazzo del Cinema sesudah film Argentina yang menurut Usmar Ismail dalam cinemascope dengan fotografi yang baik. Maka tibalah Tiga Dara diputar, ruang Palazzo del Cinema padam, dan Usmar Ismail makin gelisah.

Tidak diduga pada nyanyian pembukaan Tiga Dara, penonton bertepuk tangan riuh. Rupanya nyanyian itu tidak terlalu asing di telinga penonton. Usmar Ismail akhirnya bisa tersipu, serta tersenyum. Dalam pemutaran itu, Tiga Dara tidak diberi teks Italia, seperti halnya dengan film-film lain, sehinga ada beberapa penonton yang berbisik-bisik dan terdengar orang batuk mendehem. Bisajadi hal itu lantaran penonton tidak paham dengan percakapan, dan hanya berpedoman pada gambar alias adegan saja untuk mengikuti cerita.

Toh, Usmar Ismail merasa lega dengan pemutaran Tiga Dara itu. Pada umumnya penonton senang serta memuji. Sedang lagu-lagu dan tari-tarian yang terdapat pada film itu merupakan intermeso yang melegakan. Patut diketahui, film Tiga Dara kiranya merupakan sukses box office terbesar di Singapura dan Malaya antara film film Indonesia yang pernah di putar di sana, pada zamannya. Sampai sekarang, mungkin, Tiga Dara adalah film Indonesia yang paling banyak diputar di luar negeri.

Venezia kota impian yang terdiri dari 119 pulau kecil, dipisah oleh 160 kanal digabungkan sebanyak 369 jembatan, dan kota ini didirikan pada tahun 726 sesudah Almasih. Sedangkan Festival Film Venezia 1959, memutar 14 film untuk seksi kompetisi dari sebelas negara. Yang ikut kompetisi bukanlah hasil pilihan negara yang bersangkutan. Dan, empatbelas film itu dipertunjukan selama 14 hari. Semua film yang diikutsertakan kompetisi adalah hasil pemilihan suatu panitia seleksi yang terdiri dari penulis kritik film Italia yang terkenal.

Lantas untuk Sesi Informasi memutar 40 film dari 22 negara. Usai Tiga Dara diputar, disusul film Rusia bertajuk The Coat, berdasarkan novel Gogol, yang menurut Usmar Ismail dalam laporannya di Harian Pedoman, 12 Oktober 1959,  tidak begitu menarik penonton dibanding Tiga Dara.

Sangat melegakan hasil yang dicapai Tiga Dara dalam Festival Film Venezia 1959. Semula Usmar Ismail ragu dan malu waktu menerima undangan dari Ketua Panitia Festival. Ragu karena Duta Besar-nya adalah Abu Hanifah, kebetulan kakak Usmar Ismail, yang bisa-bisa akan tertiup gosip tidak sedap, bahwa Tiga Dara diputar lantaran Abu Hanifah.

Namun alasan itu begitu dangkal dan tidak kuat. Sebaliknya Ketua Panitia Festival justru memberikan keyakinan besar untuk memutar Tiga Dara, setelah beberapa anggota seleksi menonton. Tapi Usmar Ismail masih malu, mengingat Tiga Dara dibuat dengan semboyan : Sekarang cari uang dulu. Semboyan itu diterima dengan hati tulus, dan Usmar Ismail pun akhirnya setuju Tiga Dara dikirim ke Venezia.

Seingat saya setelah Tiga Dara diputar di Festival Film Venezia, tidak ada lagi film Indonesia yang digelar di sana. Sementara pencapaian film Indonesia saat ini demikian mumpuni. Hal ini dikemukakan Georgio Ginori, Ketua Panitia Festival L’Isola Del Cinema seusai menyaksikan film Laskar Pelangi yang disutradai Riri Riza.

Laskar Pelangi diputar pada Festival L’Isola Del Cinema pada Minggu, 14 Juli 2013, pukul 21.30-23.00 waktu setempat, yang disaksikan sekitar lima ratus penonton. Tempat duduk semua terisi, dan penonton sungguh terharu menyaksikan film tersebut. Temasuk Georgio Ginori, yang langsung memberikan komentar, betapa kisah film Laskar Pelangi sungguh menggugah serta menyentuh hati.

Festival Film L’Isola Del Cinema berbeda sekali dengan Festival Film Venezia. Festival ini adalah festival musim panas yang diselenggarakan antara Juni sampa dengan September setiap tahun di Roma, Italia. Diadakan di Isola Tiberina, pulau di tengah sungai Tiberia yang pertama kali diselenggarakan tahun 1995. Festival ini pertama kali digagas Asosiasi Persahabatan dan Kebudayaan Trastevere bekerjasama dengan komunitas Santa Egdio.

Sesungguhnya Festival L’Isola Del Cinema merupakan forum promosi terpadu yang menggabungkan pagelaran budaya dan perfilman serta kreatif dari berbagai negara selama masa musim panas di Pulau Tiberina, pulau buatan, berada di tengah Sungai Trastevere yang membelah kota Roma.

Dua tahun lalu, 2011, di Festival Del Cinema mendatangkan tim kesenian dan sutradara film Opera Java, Garin Nugroho. Tahun 2013, memutar film Laskar Pelangi yang disambut dengan suka cita. Setelah menonton film garapan Riri Riza, Georgio Ginori tidak henti-hentinya memberikan pujian.

Namun harap dicatat dengan tinta tebal, bahwa film Indonesia sudah  sepantasnya diikutsertakan pada festival yang lebih besar di Italia, di antara Venezia yang sebenarnya sudah dirintis Usmar Ismail dengan Tiga Dara, Roma Internasional Film Festival dan Milan Internasional Film festival. Ya, kenapa tidak ?

Tidak diingkari pemutaran film Laskar Pelangi hanyalah lompatan semata. Bagaimanapun film Indonesia semestinya ikut pada festival film yang lebih besar di Italia. Almarhum Usmar Ismail sudah menorehkan jejak, tapi kenapa  sineas generasi sekarang ini tak ada yang mengikuti  ?

Keikutsertaan Laskar Pelangi pada Festival L’Isola tidak lain hanyalah untuk merajut persahabatan, dan berkaitan dengan unsur promosi. Tentu hal ini harus diakui. Sejatinya tidak bisa ditutup-tutupi bahwa secara jujur ikut sertanya Laskar Pelangi pada Festival L’Isola Del Cinema menjadikan hubungan persahabatan Indonesia-Italia bersemi kembali. Tiga Dara dan Laskar Pelangi memang sudah merajutnya, dan sungguh betapa indah persahabatan itu. (Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis dan pemerhati fiml)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *