Jakarta,channelsatu.com:Kebudayaan menenun masuk ke Indonesia sejak zaman neolithikum, 2000 tahun SM yang dibawa dari pusat budaya tenun kuno, seperti Tiongkok dan India melalui Asia Tenggara. Ke Indonesia penyebarannya dibawa orang ras Mongoloid bersamaan persebaran kebudayaan Mongoloid dari lembah sungai Tiongkok selatan ke semenanjung Melayu.
Menenun di Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah ada sejak zaman neolithikum. Bukti kuat ditemukannnya benda arkeologis di Gunung Piring, Kecamatan Pujut, Lombak Tengah, tahun 1971. Salah satu benda yang ditemukan, yaitu gerabah berhias. Hiasan geometris dan flora pada gerabah tersebut sama yang digunakan pada kain tenun. Temuan di Gunung Piring, peninggalan masa neolithikum, masih berlanjut sampai abad XII.
Seperti apa kain tenun NTB? Tengoklah ke Museum Tekstil Jakarta, berlokasi di Jalan K.S. Tubun nomor 2-4, Jakarta Barat, yang sampai pertengahan Juni 2014 digelar Eksotika Wastra (alias Kain) NTB. Beraneka ragam hias kain tenun NTB dipamerkan, seperti kain tenun pelekat, kain tenun songket dan kain tenun sulam.
Ragam hias kain tenun NTB tidak terlepas dari pengaruh budaya masa Prasejarah Hindu dan Islam. Ragam hias yang dikenal sejak zaman prasejarah antara lain motif feomitris, manusia, flora dan fauna. Pada zaman Hindu muncul motif tumpal pucuk rebuk, berbentuk segitiga seperti deretan gunung yang melambangkan Dewi Pagi alias Dewi Padi.
Setelah agama Islam masuk, ragam hias yang dominan berupa tumbuh-tumbuhan (pucuk rebung dan pohon hayat), bunga bunga dan bunga bersudut delapan menyerupai bintang terdapat pada kain songket dan batik. Di wilayah Bima terdapat motif Nggusuwaru.
Motif geometris, seperti kotak-kotak, garis-garis dan sebagainya ada pada kain pelekat. Motif hewan pada masa setelah Islam masuk disamarkan dalam bentuk kaligrafi huruf Arab, kecuali motif burung, kupu-kupu dan berbagai jenis ikan maupun hewan laut yang tidak disamarkan.
Berdasarkan teknik pembuatan, kain tenun NTB dapat digolongkan menjadi : Kain Tenun Pelekat, Kain Tenun Songket dan Kain Tenun Sulam. Kain Pelekat dibuat dengan cara menyelup benang lungsi dan benang pakan ke dalam bahan warna dan membuat suatu corak hias dari jalinan benang ungsi dan benang pakan yang beraneka warna bentuk kotak-kotak besar dan kecil.
Kain pelekat yang terbuat dari benang kapas oleh masyarakat Sasak disebut Beberut. Masyarakat Bima menyebut tembe kafa. Arti pelekat adalah kain sarung tenun, berloreng-loreng atau bertapak catur yang berasal dari Negeri Pelekat di Koromandel. Lantas mengenai tenun Songket yang memiliki pengertian sangat beragam. Baik berdasarkan hasil tenunan di tiap-tiap daerah seluruh Indonesia.
Di Lombok, kain songket adalah kain yang memiliki hiasan timbul yang dibuat dari benang katun, benang emas atau perak, disebut tembe songke, sedangkan hiasan kainnya yang menggunakan benang katun berwarna disebut tembe salungka. Terus tentang kain Sulam ialah berupa teknik sulam adalah tehnik menjahitkan benang-benang berwarna di atas permukaan kain berdasarkan pola corak tertentu.
Tema pameran Eksotika Wastra alias Tenun NTB yang menyajikan 83 helai kain, ialah Tenun NTB antara Budaya dan Bisnis Menembus Pasar Global. Kain tenun sebagai warisan budaya jika dilihat dari latar belakang sejarah, proses pembuatan, ragam hias dan fungsinya, mempunyai berbagi informasi yang sangat penting disampaikan kepada masyarakat untuk lebih mengenal, memahami dan mencintai.
Selain itu, tenun sebagai warisan budaya, punya unsur kreativitas yang penuh makna, baik teknik pembuatan, ragam hiasnya yang dapat menumbuhkan rasa bangga serta pengetahuan. Di satu sisi kain tenun punya beberapa fungsi untuk : Untuk melindungi tubuh, pengungkapan diri, status sosial, upacara adat, dan alat ekonomi.
Kain sebagai pelindung tubuh tidaklah diingkari. Kain tenun sebagai bahan pembuatan pakaian merupakan hasil dari kemajuan kebudayaan. Lalu sebagai pengungkapan diri merupakan hal yang wajar, mengingat pada dasarnya ingin tampil indah dan unik. Di sisi lain pada masyarakat tradisional kain tenun memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan adat dan kepercayaan. Kain bisa menjadi simbol dari pemberian doa restu, berkah, keselamatan dan kebahagiaan.
Bagaimana dengan status sosial? Kain tenun yang dipakai seseorang akan memperlihatkan status pemakainya. Kain yang menggunakan bahan yang lebih bagus dengan ragam hias tertentu dan harganya tinggi, bisa digunakan oleh kalangan bangsawan atau orang kaya. Kain tersebut : Kain songket motif hias Nggusawarta (daerah Bima) dan kain songket Subahnala (Lombok).
Kain tenun sebagai benda ekonomi sudah berlaku ejak awal perkembangannya. Sebelum masyarakat mengenal mata uang sebagai alat tukar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, masyarakat menukar kain tenun dengan barang lain yang dibutuhkan, misalnya beras, perhiasaan dan benda kebutuhan lain. Selanjutnya sejak dikenal mata uang sampai sekarang, perdagangan kain tenun makin banyak dilakukan.
Tepat sekali tema pameran Eksotika Wastra Tenun NTB: Tenun NTB antara Budaya dan Bisnis Menembus Pasar Global. Tidak bisa ditampik perdagangn kain tenun makin banyak dilakukan, bahkan dalam perputarannya sanggup menembus pasar global. Jangan kaget serta tak usah heran jika warga New York atau Paris banyak yang memiliki kain tenun NTB. Mereka ini membeli di butik –butik ternama di belahan bumi kota dunia. (Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis dan pencinta kain) Foto: Ilustrasi.