SEBA BADUY, RASA SYUKUR KEPADA BHATARA TUNGGAL

Share

Acara Seba Baduy. Foto: ilustrasi.
Acara Seba Baduy. Foto: ilustrasi.

Banten,channelsatu.com: Seiring dengan berputarnya waktu,zaman pun mustilah berubah. Demikian dengan upacara yang dilakukan masyarakat Baduy, yakni upacara Seba. Upacara ini yang biasanya dilaksanakan pada pertengahan tahun merupakan bentuk rasa syukur kepada Bhatara Tunggal sebagai pemimpin tertinggi masyarakat Baduy.

Maka upacara Seba Baduy akhirnya masuk dalam kalender wisata Banten untuk tahun 2015, yang diselenggarakan akhir bulan April. Setidaknya terdapat enam upacara penting dalam kehidupan masyarakat Baduy. Keenam upacara penting itu ialah:Upacara Kawalu yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan Kawalu yang dianggap suci. Pada bulan Kawalu masyarakat Baduy melaksanakan ibadah puasa selama tiga bulan, yaitu bulan Kasa, Karo dan Katiga. Biasanya saat itu masyarakat Baduy Dalam tidak menerima tamu atau pengunjung luar saat upacara Kawalu ini. Sebaliknya bagi Baduy Luar tidak masalah andaikata tamu bertandang saat digelar upacara Kawalu.

Selain upacara Kawalu, ada pula upacara Ngalaksa, upacara syukur atas terlewati bulan bulan Kawalu, lantas ada upacara Seba, upacara menanam padi, upacara kelahiran dan upacara perkawinan. Mengenai upacara perkawinan dilaksanakan oleh dukun atau kokolot menurut lembaga adat alias tangkesan dengan naib atau pengulu nikah sebagai pengulunya. Mahar atau seserahannya adalah sirih, uang semampunya dan kain poleng.

- Advertisement -

Perihal Seba Baduy yang penampilannya pada saat ini sudah bergeser, tidak ubahnya karnaval, tidak lain kegiatan berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang pada zaman dahulu bertujuan merapatkan tali silaturahim antara masyarakat Baduy dengan pemerintah dan merupakan bentuk penghargaan dari masyarakat Baduy.

Pada saat ini, kendati esensinya tetap demi merapatkan tali silaturahim tapi penampilan upacara Seba tidaklah greget. Dan yang diketengahkan mirip gerak jalan massal. Upacara Seba dalam tradisi masyarakat Baduy ialah ungkapan rasa syukur dan terima kasih serta penghormatan kepada pimpinan birokrasi di daerah Banten atas hasil panen yang telah ada selama satu tahun. Ya, biasanya masyarakat Baduy memberikan penghormatan kepada pemimpin pemerintahan Provinsi Banten.

Sekadar catatan, masyarakat Baduy bermukim tepat di kaki Pegunungan Kendeng di Desa Kanekes ,Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak- Rangkasbitung, Provinsi Banten, berjarak sekitar 40 kilometer dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang dijadikan tempat tinggal masyarakat Baduy merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300-600 mdpl mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45 persen yang merupakan tanah vulkanik di bagian utara, tanah endapan di bagian tengah dan tanah campuran di bagian selatan. Suhunya rata-rata 20 derajat Celcius.

Catatan lain bahwa masyarakat Baduy, ada yang menyatakan sebagai masyarakat tradisional, merupakan suku yang unik, yang terbagi dalam dua bagian yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam. Merek ini hidup selaras dengan alam dan menghindari kehidupan dunia modern.

- Advertisement -

Mereka tidak boleh sekolah, memelihara ternak yang berkaki empat, berpergian dengan kendaraan, menggunakan alat elektroni, dengan mata pencarian utama masyarakatnya adalah bercocok tanam padi huma. Kiranya kita yang masyarakat modern pantaslah merasa kagum terhadap suku Baduy, mengingat mampu menjaga tata nilai dan sampai saat ini dipertahankan keasliannya. Sungguh hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Baduy hidup harmonis dengan alam dan lingkungannya

Menurut kepercayaan yang dianut, orang Baduy mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Nabi Adam dan keturunannya, termasuk masyarakat Baduy mempunyai tugas bertama atau asketik atau mandita untuk menjaga harmoni di dunia.

Dikisahkan mengenai Prabu Seda dengan gelar Prabu Pucuk Umum, putra Prabu Siliwangi, meninggalkan tahta di Banten. Karena terdesak oleh Sultan Hasanudin, putra Sunan Gunung Jati, yang mengembangkan agama Islam di wilayah Banten. Prabu Pucuk Umum lantas menempati tempat yang disebut Lembur Singkur Manadala, artinya tempat yang sunyi untuk meninggalkan peperangan.

Keturunan Prabu Pucuk Umum inilah yang menjadi penduduk di Kampung Cikeusik. Sementara Baduy Dalam berada di Kampung Cibeo. Suku Baduy Dalam tinggal dipedalaman hutan, masih terisolir dan kebudayaan luar belum masuk. Baduy Dalam tergolong masyarakat yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun aturan yang ditetapkan pu”un alias kepala adat.

Baduy Cikeusik atau Baduy Dalam menurut adat adalah Baduy yang dituakan. Jika berpergian kemana-mana selalu jalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang sepeser pun. Mereka tidak mengenal sekolah. Huruf yang mereka kenal adalah aksara Hanacara dan bahasa Sunda dialek Sunda Banten.

Menarik dan akan panjang kisah tentang Suku Baduy yang begitu unik. Mengenai Seba Baduy yang kini dikemas menjadi paket pariwisata tidak ubahnya sepotong cerita pendek belaka. Sebab Baduy yang berlangsung akhir bulan April 2015 memang meriah, namun tidak menyentak untuk lebih menukik dalam menyelami masyarakat tradisional yang tinggalnya tidak jauh dari Jakarta. Ya, kapan-kapan dan aturlah waktu jika ingin berkunjung ke tanah wilayah Baduy. (Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis dan Redaktur channelsatu.com)

Redaksihttps://channelsatu.com/
News and Entertainment

Read more

NEWS