Jakarta, channelsatu.com: Terdapat pertanyaan yang sungguh menggelitik tentang museum, yakni : Sekarang ini lebih banyak mana anak muda yang berkunjung ke museum atau ke mall ?
Jawabnya sudah demikian jelas, anak muda sekarang lebih suka blusukan ke mall. Memang tidaklah dipungkiri saat ini masyarakat justru lebih tertarik berkunjung ke mall yang suasananya begitu gemerlapan dibanding ke museum yang bersuasana sepi, senyap bahkan cenderung seram.
Dan seperti diketahui kita baru saja merayakan Hari Museum Internasional pada tanggal 18 Mei 2015 dengan tema Museum for a Sustainable Society, juga memperingati hari jadi Museum Nasional yang ke 237 , sertamerta digelar Museum Award yang keempat kalinya pada tahun 2015.
Penyelenggara Museum Award pertama tahun 2012 yang mendapat sambutan simpatik. Sehingga Museum Award di tahun 2015 diselengarakan secara suka cita. Paling tidak masyarakat mulai melirik untuk lebih mencintai museum. Alih-alih dijadikan gerakan kontekstual.
Perihal Museum Nasional, berdirinya diawali pada tanggal 24 April 1778 dengan nama Bataviaasch Genootscaap van Kusten en Wattenchappen di Batavia (Jakarta). Lembaga ini memulai perjalanannya untuk melakukan penelitian di bidang ilmu pengatahuan, kebudayaan dan seni, termasuk arkeologi, filologi, etnografi, historia, numistik dan heraldika.
Sejatinya lembaga ini pun bertugas melindungi cagar budaya dan segala hal terkait pengetahuan sejarah, adat istiadat warga pribumi, dan penduduk non Eropa lain. Selain di Batavia, pemerintah kolonial tidak luput mendirikan museum di beberapa tempat (daerah) lain untuk menjaring pengetahuan mengenai wilayah jajahannya.
Sejak awal Museum Nasional mengembangkan jargon Untuk Kepentingan Publik, serta berupaya untuk lebih mendekat diri lagi dengan masyarakat luas. Dan patut digarisbawahi bahwa koleksi yang dikelola Museum Nasional termasuk koleksi keramik asing yang meskipun berasal dari manca negara, semua ditemukan di wilayah nusantara. Maka keramik tersebut merupakan bukti penting tentang hubungan luar negeri yang sudah terjalin sejak lama antara Indonesia dengan negara lain.
Tidak dapat ditampik betapa museum adalah cermin kebesaran bangsa. Hatta, museum bisa dijadikan sarana pembelajaran juga untuk membangun karakter. Jadi, melalui peningggalan sejarah dan kebudayaan kita bisa melihat masa keemasan bangsa di masa lampau dalam menyongsong masa depan yang lebih baik.
Namun harap maklum, di tengah kenyataan yang ada, semua pihak menyadari masyarakat kita pada saat ini memiliki apresiasi terhadap bidang permuseuman masih sangat rendah. Sementara di satu sisi masyarakat menyadari bahwa museum sebagai penggambaran peradaban suatu bangsa sebenarnya mempunyai potensi tinggi dalam pembangunan karakter bangsa, kecerdasan masyarakat dan pemenuhan kebutuhan dasar di bidang seni dan budaya.
Sungguh kiranya layak disambut ancungan jempol apabila ada suatu tindakan yang dilakukan pihak museum untuk masuk sekolah. Selama ini yang ada adalah murid suatu sekolah diajak ke museum. Upaya museum masuk sekolah tidak lain kiat jitu dalam membangun karakter bangsa.
Ada 16 Sekolah Menengah Pertama (SMP), di antaranya sekolah yang berlokasi di Kepulauan Seribu, didatangi unit Pengelola Museum Seni. Dimulai dari 3 Agustus sampai dua minggu ke depan, unit Pengelola Museum Seni yang terdiri tiga museum, yaitu Museum Tekstil, Museum Seni Rupa dan Keramik, dan Museum Wayang, blusukan ke sekolah SMP untuk memberikan apresiasi alias menerangkan perihal apa itu museum, baik pengertiannya, maupun apa yang ada atau isi museum serta melakukan praktek.
Siswa langsung praktek membatik juga membuat wayang, yang segala sesuatunya disampaikan secara akrab. “ Melalui cara semacam ini, museum masuk sekolah, diharapkan mereka (siswa SMP) makin lebih menyintai museum. Cinta museum itu musti ditumbuhkan terus menerus dan nantinya menjadi gerakan kontekstual. Melalui museum, siswa akan menelusuri jejak sejarah. “ kata Dyah Damayanti, kepala unit pengelola Museum Seni.
Apa yang dikemukakan ibu Dyah Damayanti layak digarisbawahi. Memang benar begitulah apa adanya, betapa cinta terhadap museum tidak boleh putus, maupun pupus. Harus ditumbuhkan melalui semangat yang juga tidak boleh pudar. Bahkan kalau bisa menjadi gerakan membara.
Museum kerap diibaratkan sebuah jendela dari mana kita bisa memandangi peradaban suatu masyarakat. Dalam tingkatan lebih umum museum dapat digunakan untuk mengenal lebih jauh kebudayaan suatu bangsa. Pengenalan pada kebudayaan suatu masyarakat, bangsa, dapat dilakukan dengan menyimak benda –benda budaya yang terhimpun di museum.
Artinya masyarakat pun bisa langsung pergi ke museum atau seperti yang diperbuat oleh unit Pengelola Museum Seni dengan mendatangi publik. Tindakan menjemput bola ini jelas langkah jitu.
Paling tidak museum tidak hanya berpangku tangan hanya menunggu kedatangan pengunjung, tapi melainkan sebaliknya menyambangi alias menyapa atau saling bersilaturahim itu justru punya makna bahwa potensi yang dimiliki museum dapat dimanfaatkan maksimal. ( Syamsudin Noer Moenadi, Redaktur channel satu.com yang suka berkunjung ke museum ).