Jakarta, channelsatu.com: Dua kebijakan Walikota M. Ramlan Nurmatias, SH diantaranya, Kartu Kuning yang selama belasan tahun digunakan sebagai hak milik para pedagang di sejumlah pasar di Bukittinggi dinyatakan tidak berlaku lagi. Kedua, kenaikan retribusi yang tiba-tiba dinaikkan 600 persen, sungguh memberatkan para pedagang pasar Bukittinggi.
Para pedagang pun mengaku dibuat resah dan merasa terzolimi dengan kebijak walikota tersebut. Maka sejumlah inisiator Perjuangan Hak Pedagang di Pasar Bukittinggi bersama Aliansi Rakyat Anti Korupsi mewakili sekitar 20.000 Pedagang K-5 Se- Kota Bukittinggi, mendesak Pemerintahan Kota Bukittinggi untuk segera Mem-Perda-kan Retribusi Jasa Pelayanan Pasar.
Desakan itu disampaikan di Jakarta kepada sejumlah awak media, dikarenakan retribusi tersebut telah meresahkan pemilik usaha Se-Kota Bukittinggi. Demikian ditegaskan Kordinator Perjuangan Hak Pedagang Bukittinggi, H.Aldian Riyadi yang didampingi Asyaferi Shabri, Meisir, Yet dan Anom, di Jakarta
“Retribusi Pasar yang ditetapkan Peraturan Walikota Bukittinggi membuat para pedagang se-Kota Bukittinggi resah, lantaran kenaikan harga Retribusi Jasa Pelayanan Pasar yang ditetapkan Walikota M.Ramlan Nurmatias, SH, sangat tak masuk akal hingga mencapai 600%, dari semula Rp 10.000 per meter persegi menjadi Rp 60.000 per meter persegi. Selain itu patut diduga pula berpotensi keras terjadinya Tindak Pidana Korupsi didalamnya,” tutur H. Aldian Riyadi.
Lebih jauh diterangkan H.Aldian Riyadi, rata rata para Pedagang K-5 di Kota Bukittinggi memiliki kios ukuran 3×4 meter atau 12 meter persegi. ‘Artinya, jika selama ini para pedagang hanya mengeluarkan Rp 120.000 per bulan. Kini para Pedagang harus mengeluarkan uang Retribusi Pasar sebesar Rp 720.000 per bulan’
Asyaferi Shabri yang juga Ketua Ninik Mamak se-Kota Bukittinggi dan Penggiat Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK), menambahkan Pedagang Kota Bukittinggi meliputi sejumlah kawasan seperti para Pedagang di Pasar Aur Kuning, Pedagang di Pasar Atas, Pedagang di Pasar Bawah, Pedagang di Pasar Lereng, dan Pedagang di Pasar Belakang.
“Sejak tahun lalu, sejumlah masalah urgen dihadapi para pedagang terkait Keputusan Walikota Bukittinggi. Dimana Keputusan M.Ramlan Nurmatias, SH tersebut secara sepihak menghilangkan Hak Pedagang karena kebijakan Kartu Kuning yang sebelumnya dikeluarkan buat para Pedagang Pemilik Kios dan Toko melalui Pemko bekerjasama dengan Investor melalui Bank Nagari senilai Rp 45 – 50 juta. Dimana setiap tahun diperpanjang dan tertera Hak Sewa,Tindakan sepihak Walikota ini tidak dipahami para pedagang. Padahal para Walikota sebelumnya tidak pernah memberlakukan aturan semacam itu,” ujar Shabri.
“Bahkan Walikota Ramlan, selama dua tahun awal kepemimpinannya masih mengeluarkan rekomendasi ketika pemilik toko mengajukan kredit ke Bank dengan agunan Surat Kuning tersebut. Termasuk balik nama toko yang diajukan pemilik toko diizinkan melalui surat resmi balik nama,” papar Shabri. Kini secara sepihak berubah tak bisa untuk dijaminkan atau diagunkan kredit bank, dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Bahkan menurutnya, Status Toko Tidak Jelas Landasan Hukumnya sehingga merugikan pedagang.
“Juga terkait kenaikan tarif sepihak Retribusi Jasa Pelayanan Pasar bagi toko grosir, toko, kios, pedagang lapak/ K-5, hingga 600% melalui Peraturan Walikota Nomor 40 dan 41 Tahun 2018 yang membatalkan Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 15 dan 16 Tahun 2013. “Belum lagi persoalan adanya ancaman bagi Pedagang pemilik Toko yang tidak melunasi Tarif Baru Retribusi, maka tokonya akan diambil-alih Pemerintah Kota dengan Pencabutan ‘Kartu Kuning,” papar Asyaferi lagi.
Jika desakan para pedagang Bukit Tinggi yang merasa terzolimi, tidak ditinjau ulang kebijakan yang dibuat Walikota Bukit Tinggi, mereka akan mengadukan hal ini pada Presiden Jokowi. Sedang permasalahan para pedagang Bukittinggi sendiri, dijelaskan H. Aldian Riyadi, kini sepenuhnya telah diserahkan kepada kuasa hukum pedagang, Eggy Sudjana SH, MH. (Ja)