Jakarta, Channelsatu.com-Ketua DPR RI Puan Maharani secara resmi membuka perhelatan Sidang Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP). Acara ini merupakan kali kedua bagi DPR RI menyelenggarakan sidang forum parlemen Indonesia dengan parlemen negara-negara di kawasan Pasifik.
Opening Ceremony Sidang Umum ke-2 IPPP digelar di Fairmont Hotel, Jakarta, Kamis (25/7/2024). Pembukaan sidang forum parlemen Indonesia-Pasifik itu dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Turut hadir pula Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Kedatangan Presiden Jokowi ke lokasi acara disambut langsung oleh Puan. Jokowi hadir didampingi oleh Menkopolhukam Hadi Tjahjanto, Menseskab Pramono Anung, dan Wamenlu Pahala Nugraha Mansury. Puan pun tampak duduk bersebelahan dengan Presiden Jokowi saat acara berlangsung.
“Saya ingin mengawali sambutan ini dengan menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran para Pimpinan dan Anggota Parlemen dari negara-negara Pasifik, pada pertemuan IPPP kedua. Selamat datang di Jakarta, Indonesia,” kata Puan.
Adapun delegasi parlemen Pasifik yang hadir di Sidang ke-2 IPPP ini adalah dari negara Kepulauan Cook, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Papua Nugini, Tuvalu, Kiribati, dan Republik Fiji. Sementara untuk parlemen negara Vanuatu, Nauru, Palau, Polinesia Prancis, dan Kaledonia Baru belum bisa menghadiri undangan.
Puan kemudian menyinggung mengenai IPPP yang diinisiasi oleh DPR RI di mana pertemuan antara parlemen Indonesia dengan parlemen negara-negara Pasifik pertama kali digelar pada tahun 2018. “Sejak saat itu, semangat untuk memperkuat kemitraan Parlemen antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik tetap terjaga dan bahkan tumbuh semakin kuat,” ujarnya.
“Pada hari ini, kuatnya semangat persaudaraan kita ditunjukkan dengan tingkat kehadiran para Pimpinan Parlemen pada pertemuan ini,” sambung Puan.
Dari delegasi yang hadir pada Sidang ke-2 IPPP, 8 di antaranya adalah merupakan ketua parlemen. Sementara sisanya adalah wakil pimpinan dan anggota parlemen, hingga senator. Puan mengatakan, hubungan antara negara-negara Pasifik dan Indonesia adalah hubungan yang komprehensif.
“Tidak saja kita memiliki hubungan antar Pemerintah yang solid, namun kita juga memiliki hubungan antar Parlemen yang kokoh. Bahkan kita pada hari ini dapat mengadakan pertemuan di antara para Ketua Parlemen negara-negara Pasifik dengan Indonesia,” ucapnya.
Puan pun menyebut, Indonesia dengan negara-negara Pasifik memiliki kesamaan sebagai sesama negara kepulauan yang dikelilingi perairan dan lautan. Selain itu, Indonesia dan negara-negara Pasifik juga disebut memiliki kesamaan nilai. “Negara kita menjunjung nilai demokrasi, menghargai hak asasi manusia, dan menjalankan good governance,” tegas Puan.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia dan negara-negara Pasifik dinilai menghadapi tantangan yang sama seperti ancaman perubahan iklim, terjadinya bencana, dan tantangan dalam pengelolaan laut serta perairan. Kesamaan tersebut, kata Puan, dapat menjadi modal untuk pengembangan hubungan lebih baik di masa mendatang dengan fokus bekerja sama pada isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.
“Dalam hal ini, pondasi dari kokohnya hubungan Indonesia dan negara-negara Pasifik adalah hubungan yang berdasar prinsip kesetaraan, saling menghargai kedaulatan dan kesatuan teritori, serta hidup berdampingan secara damai,” paparnya.
Puan menegaskan, semua negara yang terlibat dalam IPPP ini memiliki tempat yang sama dan dapat berdiri sama tinggi, serta sama-sama mematuhi hukum internasional dan piagam PBB.
“Sebagai satu keluarga besar di Pasifik, kita harus bekerja sama dalam membangun saling kepercayaan (trust), dan saling pengertian (mutual understanding) demi menciptakan perdamaian, dan stabilitas di kawasan,” jelas Puan.
Hal tersebut dinilai perlu dilakukan di tengah meningkatnya persaingan antara kekuatan-kekuatan besar (major powers) di kawasan. Menurut Puan, anggota IPPP harus berhati-hati agar kawasan Pasifik tidak menjadi arena persaingan negara-negara besar dan agar tidak terjebak dalam persaingan tersebut.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini juga menggarisbawahi tentang pertemuan kedua IPPP yang berlangsung di tengah berbagai tantangan yang dihadapi kawasan Pasifik. Puan merinci tantangan itu seperti ketegangan geopolitik, ancaman konflik, polarisasi, lambatnya pertumbuhan ekonomi global, dan dampak pemanasan global.
“Sebagai sesama negara di kawasan, Indonesia memahami adanya sense of urgency untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Kunci untuk menghadapi tantangan itu adalah ‘kerja sama dan aksi bersama secara terkoordinasi’ diantara kita semua melalui diplomasi,” ungkapnya.
“Hal ini dapat dilakukan jika Parlemen ikut mempromosikan kebiasaan berdialog (habit of dialogue) melalui diplomasi Parlemen, dan bukannya melakukan kebijakan unilateral,” imbuh Puan.
Puan pun berharap kerja sama antar Parlemen dalam IPPP dapat bersinergi dan ‘memperkuat’ kerja sama antar Pemerintah guna mempromosikan hubungan bersahabat antara negara-negara Pasifik dengan Indonesia.
“Lebih jauh, IPPP juga dapat melengkapi arsitektur regional (regional architecture) kerja sama di Pasifik, yang mengedepankan kemitraan terbuka dan inklusif,” terang Ketua Sidang Umum Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 tersebut.
Dalam era multipolar di abad 21, Puan menilai diplomasi harus melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk Parlemen. Sebab permasalahan global perlu diselesaikan bersama, dan tidak cukup diselesaikan oleh Pemerintah saja.
“Karenanya, Parlemen harus berkontribusi aktif membantu penyelesaian berbagai tantangan regional yang kita hadapi. Sebagai wakil rakyat, kerja sama antar Parlemen ini juga dapat menjadi jembatan hubungan antar masyarakat atau people-to-peope contact,” urai Puan.
“Pemerintah dan Parlemen dapat berganti. Namun jika hubungan antar masyarakat telah berkembang erat, maka kerja sama antar negara dapat terus solid,” lanjutnya.
Dalam konteks IPPP, DPR RI disebut siap untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan praktik terbaik dengan Parlemen negara-negara Pasifik. Khususnya, kata Puan, terkait fungsi parlemen yaitu dalam bidang legislasi, anggaran dan pengawasan.
“DPR RI juga siap membantu pengembangan ekonomi biru, konektivitas di kawasan Pasifik, dan mengatasi dampak perubahan iklim,” sebut Puan.
Di sisi lain, Cucu Bung Karno ini pun mendorong pemberdayaan perempuan guna pembangunan inklusif di Pasifik. Menurut Puan kesetaraan gender penting untuk selalu menjadi perhatian. “Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan partisipasi perempuan di dunia politik, dan untuk memegang jabatan publik,” tambahnya.
Pertemuan IPPP ini pun dinilai relevan dalam memperkuat kerja sama antar Parlemen di antara negara di Pasifik dan Indonesia.
Sidang ke-2 IPPP sendiri mengambil tema ‘Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development’. Tema ini diambil dengan harapan agar Pasifik menjadi kawasan yang damai dan stabil sebab tanpa perdamaian pembangunan yang inklusif serta pengembangan konektivitas tidak dapat dilakukan.
Parlemen juga diingatkan untuk ikut membangun budaya damai (culture of peace) dan menolak cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Puan menyatakan, hal tersebut sangat relevan di saat terjadi perang dan konflik di berbagai penjuru dunia.
“Diplomasi Parlemen harus dapat mendorong agar negara-negara di Pasifik memprioritaskan kerja sama dan bukannya tindakan unilateral, kolaborasi dan bukannya konflik, serta hubungan saling menguntungkan dan bukannya zero-sum-approach,” ucapnya.
Puan menekankan, kawasan Pasifik yang damai, stabil, dan sejahtera tentunya juga akan berkontibusi positif pada perdamaian dan kesejahteraan pada tingkat global. Ia meyakini, pertemuan IPPP ini dapat menghasilkan langkah nyata yang dapat berguna bagi rakyat yang diwakili masing-masing parlemen.
“Marilah kita bekerja sama untuk memajukan hubungan negara-negara Pasifik dengan Indonesia. Dan marilah kita menciptakan kawasan Pasifik yang damai, stabil, dan sejahtera,” kata Puan. (Msr)