Jakarta, channelsatu.com: Pusat Arsip dan Data Film Sinematek Indonesia tidak pernah terancam bangkrut, serta
mempunyai sumber dana untuk membiayai kelangsungannya. Demikian ditegaskan Kepala Sinematek Indonesia Akhlis Suryapati, dalam siaran persnya Rabu (3/6) di Jakarta, disela pergantian serah terima Kepala Sinematek dari Adisoerya Abdi ke Akhlis Suryapati.
“Diawal berdirinya, Sinematek yang dirintis oleh Asrul Sani dan Misbah Yusa Biran, mengandalkan modal dari dua tokoh itu, dengan para sukarelawan yang dihonor seadanya. Kini karyawan Sinematek bisa mendapatkan gaji layak, jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, juga jaminan pensiun,” kata Akhlis Suryapati.
“Tentu saja para karyawan itu selama ini, dari dulu sampai sekarang, terus melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan pengarsipan film dan data perfilman.” terangnya.
Akhlis Suryapati yang juga wartawan dan sutradara film mengatakan, jika saat ini Sinematek tidak lagi terbesar di Asia Tenggara, itu karena negara lain, seperti Thailand, membangun pusat arsip dan data perfilman dengan dibiayai uang negara. Sinematek Indonesia adalah pusat arsip dan data film yang dikelola oleh swasta, Yayasan Pusat Perfilman H Usmar Ismail (YPPHUI).
“Saya kira YPPHUI mempunyai sumber dana yang membuat Sinematek tidak pernah terancam bangkrut,” kata Akhlis Suryapati.
“Masyarakat perfilman juga banyak partisipasi untuk kelangsungan Sinematek.” lanjutnya.
Adanya kadang-kadang semacam keluhan bahwa Sinematek kekurangan biaya atau tidak terkelola maksimal, itu lantaran orang mempunyai harapan yang besar dan tinggi kepada Sinematek Indonesia sebagai pusat arsip dan data perfilman satu-satunya di Indonesia, serta yang pertama di Asia Tenggara.
Menurut Akhlis Suryapati, orang sepandapat bahwa Sinematek keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional untuk riset, penelitian, referensi, pembelajaran, dan lain sebagainya. Lalu orang membayangkan, harusnya Sinematek itu keren dengan gedung artistik megah berlantai marmer, ruangan-ruangannya adem dan tenang untuk membaca, sinemanya menggelegar kalau dipakai
menonton film, gudang penyimpannya memiliki temperatur stabil sesuai standar pengarsipan film, dan fasilitas pengarsipan serta penyimpanan data tersusun dalam filing-filing yang rapi, terjaga baik materi aslinya maupun content filmnya terdigitalisasi dalam server, dan lain sebagainya. Mungkin seperti Perpustakaan Nasional yang baru itu.
“Lha, kalau tuntutannya seperti itu, yang Sinematek belum mampu mewujudkan. Duit dari Hong Kong,” katanya. “Tetapi sejauh saya dekat dengan Sinematek sejak zaman dipimpin Pak Misbah, Sinematek belum pernah terancam bangkrut. Kalau pernah mengalami masa-masa miskin, barangkali iya..” imbuhnya. (Ibra)