Jakarta, channelsatu.com: Bertepatan dalam perayaan hari Film Nasional,Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti Kemendikbud menyerahkan 29 film seluloid koleksi Sinematek Indonesia, yang telah diformat digital (digitalisasi) pada Selasa (2/4) di Jakarta.
Pengarsipan film di Indonesia menurut Wiendu, idealnya memang dalam bentuk digital. Maka dari itu Sinematek harus berkembang menjadi Indonesian Film Centre (IFC). Sinematek harus tumbuh menjadi pusat pengarsipan, pusat data informasi, sekaligus museum perfilman.
Ia juga mengatakan, pengarsipan terhadap film nasional memiliki peranan penting dalam keberlangsung perfilman Indonesia ke depan. Pengarsipan yang baik akan menghadirkan riset perfilman yang nantinya menjadi kunci dalam memperbaiki kualitas film di Indonesia.
“Dengan pengarsipan yang baik, bisa diketahui nantinya film yang baik atau disukai masyarakat. Jadi siapapun bisa melihat atau mengetahui film yang baik story line-nya seperti apa, gambarnya juga seperti apa,” terang Wiendu dalam keterangan persnya yang dimoderatori Teguh Imam Suryadi (Ketua PWI Jaya Seksi Film dan Budaya) serta dihadirkan Adisurya Abdy selaku Kepala Sinematek Indonesia, Djonny Sjafruddin (Ketua Yayasan PPHUI), dan Taufik M (pelaksana proses digitalisasi dari Hidra Production).
“Untuk itu, saya setuju dengan yang dikatakan moderator tadi, bahwa film boleh datang dan pergi, tapi pengarsipan film tidak boleh mati,” ujarnya serius.
Lebih jauh dijelaskan Wiendu,”Pembuatan IFC bukanlah cita-cita atau mimpi yang jauh, karena anggaran perfilman tahun ini lebih dari 200 miliar di Dikbud, ini berlipat-lipat sekali besarnya dibanding waktu di Budpar.” Sementara budget untuk proses digitalisasi 29 film adalah sebesar Rp 3 Miliar.
Sinematek sendiri memiliki koleksi lebih dari 500 judul film. Secara bertahap, film tersebut akan dilakukan proses digitalisasi. Dalam melakukan digitalisasi, Wiendu mengatakan, suatu film setidaknya memenuhi tiga unsur.
Pertama, film memiliki bobot pada zamannya. Hal itu ditunjukkan dengan penghargaan yang diterima film tersebut di dalam dan di luar negeri. Selanjutnya film menunjukkan fenomena tertentu dalam zamannya, dan ketiga film yang pasti memiliki kelangkaan, keunikan sebagai suatu karya seni yang memiliki tingkat kelangkaan tinggi.
Menurut Adisurya Abdy selaku Kepala Sinematek Indonesia, ke depan pihaknya akan menjadikan seluruh koleksi Sinematek terintegrasi dalam satu sistem.
“Film yang sudah didigitalisasi nantinya akan ada di satu server, sehingga ke depannya masyarakat bisa dengan mudah melihat film yang ingin mereka tonton. Itu akan kita persiapkan dalam dua hingga tiga bulan ke depan,” ungkap Adi yang saat ini mulai merapikan fasilitas di Sinematek.(baqi)