Industri KreatifPELUANG

Tumpeng, Sebagai Makanan Pengganti Kue Tart Ulang Tahun

12
×

Tumpeng, Sebagai Makanan Pengganti Kue Tart Ulang Tahun

Sebarkan artikel ini
Tumpeng. Foto: Ilustrasi.
Tumpeng. Foto: Ilustrasi.
Tumpeng. Foto: Ilustrasi.

Jakarta, channelsatu.com: Saya begitu serius menyimak film dokumenter bertajuk Pahare besutan sutradara Juwita Sari, perempuan kelahiran 28 Oktober 1989. Film dokumenter itu yang masuk unggulan film dokumenter terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2013, bertutur tentang kuliner tradisional, yaitu sajian berbentuk kerucut berwarna kuning atau putih dengan beraneka ragam makanan pengiring.

Memang, dewasa ini Tumpeng sejak lama digunakan sebagai sajian wajib yang harus ada dalam acara tertentu. Begitu pala tumpeng dalam upacara Wuku Taun di kampung Cikondang, desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan , Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Tumpeng yang disajikan di upacara Wuku Tahun, sebagaimana yang direkam dalam film dokumenter garapan Juwita Sari, diadakan setiap 15 Muharam , bukanlah sekadar Tumpeng. Di dalam Tumpeng justru terdapat makna tertentu seperti dari segi bentuk dan bahan yang menandakan hubungan antara Tuhan, alam dan manusia.

Wuku Taun dengan media Tumpeng merupakan bentuk rasa syukur masyarakat adat setempat terhadap hasil pertanian yang melimpah. Kiranya hal yang penting sebagai renungan masyarakat bahwa manusia hidup tergantung dari alam di sekitar mereka. Jika manusia merusak alam atau sistem kehidupannya, maka akan rusak pula kehidupan di dunia adat istiadatnya.

Film dokumenter Pahere terus terang menggugah saya. Dari literatur yang saya telusuri menjelaskan Tumpeng adalah tradisi purba masyarakat Indonesia yang berasal dari kepercayaan Hindu kuno. Tumpeng memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para Hyang dan arwah lelulur. Bentuk Tumpeng berupa kerucut, berkaitan erat dengan dengan bentuk gunung gemunung yang tentunya sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.

Pastinya yang menjadi acuan adalah Gunung Mahameru sesuai dengan kepercayaan Hindu. Lantas dalam sejarahnya, kendati sudah diperkenalkan sebelum masuknya Islam ke Indonesia, tradisi Tumpeng banyak dipengaruhi dan diadopsi oleh budaya Islam Jawa.

Tumpeng berasal dari kata dalam bahasa Jawa: Yen metu sing Mempeng. Artinya bila akan keluar sebaiknya bersungguh-sungguh. Sekarang ini Tumpeng demikian lengket dalam kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan bisa dikatakan sudah go international.

Di Singapura, Tumpeng dikemas sangat menarik dengan berbagai kreasi. Banyak toko makanan yang menerima pesanan Tumpeng. Masyarakat Singapura sudah mengenal Tumpeng dan memanfaatkan  sebagai makanan penganti kue tart ulang tahun.

Popularitas Tumpeng sudah tidak diragukan. Dan Tumpeng dapat digunakan sebagai ikon kuliner Indonesia, mengingat Tumpeng juga menjadi simbol bersatunya keragaman kuliner di Indonesia. Tidak usah heran jika pada KTT APEC di Bali 2013, disajikan dalam jamuan makan malam kenegaraan.

Di negara Belanda, Tumpeng sudah dikenal luas. Dalam berbagai pesta di negeri Kincir Angin selalu saja dihidangkan Tumpeng berbentuk mini. Tentang Tumpeng mini ini maskapai flag carrier Garuda Indonesia pernah penyediakan menu mini Tumpeng untuk penumpang kelas eksekutif.

Tumpeng dibuat dari nasi kuning atau putih, ditemani ayam dan tempe  serta dilengkapi urap dan sayuran. Dalam kreasi baru dan lebih modern, Tumpeng  bisa diganti nasi merah atau singkong yang diserut halus  kemudian direbus. Sedang makanan pendampingnya bisa lauk pauk dan sayuran tradisonal khas dari berbagai daerah.

Inovasi Tumpeng itu, tidak terpaku pada pakem. Makanan pendamping bisa rendang Padang dari Sumatera Barat. Lauknya bisa berupa sate lilit dari Bali, kemudian ayam goreng lengkuas dari Bandung dan urap sayuran dari Yogyakarta. Betapa inovasi Tumpeng sangat Indonesia sekali.  Sangat Nusantara dan kesannya tidak sakral dan mistis.

Dari ribuan  menu makanan Indonesia, tidak dapat diingkari harus ada  makanan yang menjadi unggulan. Maka Tumpeng-lah pilihan utamanya. Jelas tidak salah, sebagai center piece dan ikon kuliner Indonesia, Tumpeng kenyataannya mampu mengharumkan nama Indonesia. ( Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis, pemerhati kuliner dan Redaktur channelsatu. com )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *