Kehidupan Laisa dan keluarganya di Lembah Lahambay tidaklah mudah. Sebagai anak tertua dari lima bersaudara, Laisa harus merawat ibu dan adik-adiknya, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta.
Mereka semua bekerja keras, mulai dari menyadap karet di hutan, mengambil kayu, menganyam topi pesanan dan masih banyak lagi. Bagi Laisa adik-adiknya adalah segalanya.
Suatu hari kalian akan melihat berjuta kerlip cahaya lampu yang jauh lebih indah di luar lembah kita …’ itu yang selalu dikatakan Laisa pada adik-adiknya. Dia memberikan seluruh hidupnya pada mereka. Laisa bekerja di ladang tiap hari, Laisa membantu Dalimunte meloloskan proyek kincir airnya pada warga kampung, bahkan ketika Ikanuri dan Wibisana tersesat di hutan tempat para harimau Gunung Kendeng, Laisa tanpa takut menyusul ke hutan dan menyelamatkan adiknya tepat waktu dengan menawarkan dirinya sebagai pengganti.
Perjuangan Laisa berakibat retak pergelangan kakinya saat mencarikan dokter ke kota untuk Yashinta yang sakit panas.
Dengan keadaan seadanya dan fisik yang tak terlalu sempurna, Laisa membawa perubahan bagi keluarganya dan warga kampungnya. Laisa merubah ladang mereka menjadi perkebunan strawberry yang berkembang pesat. Sementara satu persatu gadis seusia Laisa di kampung menikah dan berkeluarga. Laisa sadar sedikit sekali pria yang mau meminang gadis seperti dirinya. Laisapun sibuk di perkebunan strawberry-nya mengubur hasratnya untuk berkeluarga.
Ketika Dalimunte harus menikah melangkahi Laisa, Dalimunte merasa sangat bersalah. Dalimunte dan semua orang sibuk menjodohkan Laisa tanpa memikirkan perasaan Laisa yang sakit setiap kali perjodohan itu gagal. Gadis mana yang tak sakit hati melihat semua pria yang diajak adiknya ke rumah, satu persatu mundur begitu melihat Laisa. Tapi Laisa tak ingin menyakiti adiknya yang sudah bersusah payah, dan berpura-pura menerima hal itu dengan enteng.
Tapi Dharma berbeda, salah satu teman Dalimunte yang membuat perasaan Laisa tak karuan. Awalnya Laisa tak begitu perduli pada Dharma. Dharma penuh perhatian pada Laisa, membuat Laisa mulai memperhatikan Dharma.
‘Bagiku kau secantik apa yang telah kau lakukan untuk perkebunan ini…’ itulah ucapan Dharma pada Laisa yang membuat Laisa jatuh cinta pada Dharma, tapi kenyataannya Dharma masih beristri. Istri Dharma yang tidak bisa memberikan keturunan merelakan Dharma untuk menikah lagi. Kabar itu bagaikan petir di siang bolong bagi Laisa. Pantas istri Dharma setuju Dharma menikahi Laisa. Tak ada satupun wanita yang mau suaminya menikah lagi, tapi pastinya Laisa bukan saingan bagi istri Dharma yang memang cantik.
Laisa merasa dibohongi. Dharma minta maaf bila dia telah menyakiti hati Laisa. Kalau saja istrinya bisa memiliki keturunan, maka sama sekali tak akan terlintas di pikiran Dharma untuk menikah lagi. Penjelasan yang tulus dari Dharma akhirnya membuat Laisa luluh. Laisa pun mau berkorban demi Dharma.
Menekan harga dirinya, dan bersedia menjadi istri kedua. Hari pernikahan pun mulai disiapkan. Tapi menjelang hari bahagia itu tiba, Dharma mendapat kabar bahwa istrinya hamil. Kabar yang membahagiakan bagi Dharma tapi meruntuhkan semua harapan Laisa. Laisa kembali menyibukkan diri di perkebunannya, berusaha tampil seperti tak ada apa-apa.
Tapi seolah nasib tak pernah berhenti mempermainkan Laisa. Sakit yang selama ini dirasa Laisa adalah kanker paru-paru stadium 1. Laisa tahu, berapa banyak sih orang yang selamat dari kanker paru-paru?
Mungkin orang akan berkata betapa tak adilnya hidup bagi Laisa. Tapi Laisa sendiri tak pernah menyesali hidupnya. Dia tak pernah menganggap hidupnya sia-sia, karena dengan semua yang telah dia lakukan, dia telah memberikan banyak kebahagiaan, untuk keluarganya dan untuk orang-orang di sekitarnya. Setelah semua kewajibannya usai, Laisa siap untuk menjadi Bidadari di Surga. (ibra)