
Bangka Belitung, channelsatu.com: Tatkala kami merencanakan untuk berlibur ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan berupaya memilih apakah melancong ke Pulau Bangka atau Pulau Belitung, seorang rekan yang biasa melakukan traveling menyarankan sebaliknya lebih dulu berpergian ke Pulau Bangka. Kenapa? Banyak hal yang bisa dinikmati dan dirasakan. Teristimewa keindahan pantainya yang begitu menawan, juga jangan lupa mencicipi kulinernya yang khas, serba hidangan laut yang demikian lezat.
Kami menyakini saran rekan yang tentunya memiliki pengalaman dalam menjelajah ke daerah-daerah di pelosok Nusantara. Namun jika ke Pulau Bangka, maka wilayah mana yang musti dituju? Jawabnya rekan kami spontan, “Ke Kabupatan Bangka Selatan, kabupaten yang banyak pantainya. Bisa pula wisata agro ke perkebunan lada dan pada malam hari di Toboali bisa menikmat enaknya martabak Bangka yang sebenarnya.“
Toboali? Ya, kota kecil yang beriklim maritime, nama ibukota kecamatan, juga sebagai ibukota Kabupaten Bangka Selatan. Sedangkan Kabupaten Bangka Selatan dibentuk pada tanggal 25 Februari 2013 dengan wilayah administrasi 7 Kecamatan, tiga keluarahan, 50 desa dan 163 dusun, serta jumlah penduduk (berdasarkan data 2010) mencapai 172.528 jiwa. Kabupaten Bangka Selatan ini mempunyai luas daerah lebih kurang 3.607.08 kilometer persegi atau 360.708 hektar.
Membaca peta geografis Kabupaten Bangka Selatan yang luas itu, tidaklah mungkin kami menjelajahi dalam waktu singkat yang hanya tiga hari. Bayangkan di Kabupaten Bangka Selatan terdapat sebelas pantai yang rata-rata punya pasir putih bersih dan indah nian pemandanganya. Kesebelas pantai itu: Pantai Lampu, sepanjang 10 kilometer pasirnya lembut berwarna putih kemilau, lantas Pantai Tanjung Kerasak, Pantai Gunung Namak, Pantai Dapur, Pantai Belawang, Pantai Tanjung Kemirai, Pantai Batu Berdaun, Pantai Tanjung Labu, Pantai Puding, Pantai Batu Kodok, dan Pantai Perahu.
Tentu tidak semua, sebelas pantai yang kami datangi. Itupun hanya dua pantai yang kami kunjungi, salah satu adalah Pantai Lampu. Tidak luput kami bertandang perkebunan Lada yang merupakan komoditas unggulan di Bangka Selatan, selain perkebunan Nanas. Kini kebun Lada sangatlah marak, setidaknya banyak masyarakat menanam Lada, setelah tambang timah mulai ditinggalkan, apalagi harga komoditas menjanjikan.
Di Kabupaten Bangka Selatan, perkebunan Lada tersebar luas di semua kecamatan yang total luas areal perkebunannya 23 hektar. Lalu perkebunan Nanas adanya di Desa Bikang, makanya disebut Nanas Bikang yang teksturnya lembut dan manis. Berbeda dengn Nanas daerah lain, misalnya Nanas yang berasal dari Subang, Jawa Barat. Nanas Bikang kata salah satu rekan yang ikut berlibur ke Kabupaten Bangka Selatan, kebetulan berasal dari kota Serang, Provinsi Banten, “Nanas yang paling segar pernah saya jumpai.“
Perkebunan Nanas di Desa Bikang, penghasil Nanas yang terkenal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mulai bergairah dikarenakan harga jual Lada turun Masyarakat beralih menanam Nanas sebagai penopang penghasilan. Sebelum memasuki kota Toboali dari Pangkalpinang, Ibukota Provinsi, banyak dijumpai penjual Nanas yang merupakan hasil dari kebun masyarakat yang terletak di halaman rumah.
Kami mengunjungi Toboali langsung dari Bandar udara Depati Amir, Pulau Bangka, pada pagi hari menggunakan jalur darat selama dua jam perjalanan. Kami sarapan pagi di rumah makan yang tersedia sepanjang pinggir jalan. Makanan khas Toboali termasuk menjanjikan. Sebagai daerah kelautan, maka ciri khas utama makanan masyarakatnya pun berhubungan dengan hasil laut.
Jenis makanan hasil laut, disamping perkebunan, di Bangka Selatan, seperti ikan asin, ikan halai atau ikan kering, siput gong-gong, rusip, remis, pakasem, memang selalu diawetkan. Dari olahan hasil laut itu dikemaslah makanan khas tradisional: Karitek alias Getas, Sate Panggang, Kempelang, Kericau, Kerupuk, sambal Lingkung, Terasi, Otak-otak, pempek-pempek, Lakso, Mi Kua Ikan, Lempah Kuning, Lempah Darat, Borgo dan Pantio.
Selain makanan khas bercirikan hasil laut, terdapat pula aneka jenis panganan tradisional, di Bangka Selatan, seperti panganan Martabak atau Hok Lo Pan, Bungkol, Kue Badak, Kumbu-kumbu, Lemang, Kue Talam, Kue Bugis, Kue Jongkong, Lempok Cempedak atau Durian Di Bangka Selatan, juga dihasilkan madu, yakni Madu Manis dan Madu Pahit.
Mengenai Martabak atau disebut pula Ho Lo Pan, inilah panganan yang kami cari. Menjelang malam banyak penjual Ho Lo Pan menggelar dagangannya. Terbukti menyantap Martabak di tempat asalnya, yakni di kota Toboali, sangat berbeda. “Ini betul-betul martabak. Legit sekali. Rasanya menempel terus di lidah. Ini martabak manis yang sebenarnya,“ ujar seorang rekan asal Jakarta penggemar berat kue martabak(manis), mengakui enaknya martabak Toboali.
Kota Toboali pada malam hari menarik untuk dinikmati. Ada beberapa tempat nongkrong yang patut disambangi, seperti Latuwe Coffe dan Wendy Café. Kedua tempat itu punya nuansa masing-masing dan cocok untuk berfoto-foto sampil menikmati sajian kuliner malam. Nyaris kota Toboali yang punya nama lain yaitu Sabang, terus berdetak selama 24 jam.
Nama Sabang dalam pelafalan orang Toboali disebut Habang. Orang Toboali, berbicara banyak menggunakan huruf H, misalnya sabun dilapalkan Habun. Di satu sisi nama Toboali sebagian orang menceritakan bahwa di Bangka Selatan banyak kebun tebu milik seorang juragan bernama Ali dan masyarakat akhirnya menyebut Tebu Ali.
Cerita itu mengenai asal muasal Toboali, dari sisi sejarah maupun sudut antropologi masih perlu digali secara mendalam. Di Kabupaten Bangka Selatan ada makam kono, yaitu makan Raden Ali Rasti. Konon nama Toboali berasal dari nama Raden Ali Rasti. Sejauh mana kebenarannya, perlu penelitian serius untuk melacak jejak asal Toboali. Terlepas dari semuanya, benar-benar menakjubkan berkunjung ke Bangka Selatan, teristimewa kota Toboali yang banyak hal patut dikaji. (Syamsudin Noer Moenadi, Jurnalis Senior, Pemerhati Pariwisata, dan Redaktur channelsatu.com)