Jakarta, channelsatu.com:Ketika melakukan temu muka dengan para pelajar dari sejumlah SMA (Sekolah Menengah Atas), di sejumlah kota, aktris, sutradara sekaligus produser, Lola Amaria, selalu menyatakan,
“Jangan ragu membuat film. Jangan berfikir membuat film itu susah, justru sebaliknya tidaklah sulit. Malah Asyik. Bisa-bisa akan ketagihan. Begitu dicoba membuat, bisa-bisa kecandua.“
Apa yang dikatakan Lola, nama panggilan, (salah satu film yang disutradarai bertajuk Minggu Pagi di Victoria Park) memang benar adanya. Pastilah banyak rekan seprofesi membenarkan pendapat tersebut. Termasuk penata kamera yang sering masuk nominasi di berbagai festival film, Faozan Rizal yang kemudian menyutradarai Habibie & Hainun.
“Begitu nyemplung (masuk ) ke dunia film, akanlah susah untuk keluar. Lebih baik tenggelam sekalian, biar basahnya tidak tanggung-tanggung, “ cetus Pao, sapaan akrab Faozan Rizal.
Dalam perjalanan menekuni dunia film, Pao yang termasuk sosok sineas muda (di Institut Kesenian Jakarta, Fakultas Film dan Televisi, jenjangnya jauh sekali di bawah sineas Garin Nugroho) memang melangkah dari dasar. Pao berkali-kali menyutradarai film pendek, dan tak hentinya melakukan eksperimen di bidang sinematografi. Dan hal yang menarik, Pao adalah menjadi pengajar para pelajar, dari siswa Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.
“Mudah membuat film. Tidak perlu biaya mahal. Tulis dulu ceritanya, lantas apabila sudah beres, ditulis dalam bentuk skenario (Pao sambil memperlihatkan contoh bentuk skenario seperti apa kepada seorang anak kelas V SD). Terus cari teman yang memiliki kamera, lalu ayo mulai syuting. Jika punya kamera sendiri, akan lebih mudah lagi. Umpamanya kalian ke pasar tradisional, wah di situ banyak peristiwa dan kejadian, maka jangan takut untuk tidak merekam dengan kamera,“ kata Pao di depan anak-anak SD kelas V, dari sekolah swasta terpandang yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta, sekian tahun lalu.
Jangan takut dan jangan ragu adalah kata kunci dalam membuat film . Kata –kata itu bisa sekali dijadikan motivasi kuat buat anak-anak, tak terkecuali pelajar maupun mahasiswa, bagi yang ingin terjun ke dalam dunia film. Betapa dunia film memiliki mata rantai yang berkelok-kelok.
Film tidak sekadar produk budaya semata atau hiburan belaka. Namun sebenarnya adalah suatu industri yang mampu menggairahkan roda ekonomi (suatu negara). Hal itu apabila dikelola secara profesional dengan wawasan serta pola industri modern, kiranya dunia film bakal menjadi primadona. Bisa menempati urutan atas dalam pemasukan kepada kas negara. Tapi bagi pelajar, bab itu langkah kemudian. Terlalu pusing pelajar memikirkan. Tapi yang terpenting, setelah menyelesaikan produksi, jelas sang pelajar akan bertanya : Di mana film karyanya bakal diputar dan beredar ke mana.
Tidak berlebihan bahwa saat ini (awal Juni sampai awal Juli 2013 ) berlangsung Festival Film Pelajar alias FFP yang digelar Senakki ( Seketariat Nasional KineKlub) beberapa kali melaksanakan, dan serta merta pada tahun ini yang pelaksanaannya terintergrasi dengan program kerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Jangan takut,juga jangan ragu, untuk ikut FFP yang setiap tahun pesertanya memperlihatkan grafik meningkat. Dalam sebulan (bulan Juni belum berakhir) sekitar lima puluh judul yang mendaftar. Sungguh perkara yang menggembirakan. Kiranya tidak bisa dipungkiri bahwa kepentingan telah merasakan adanya sasaran yang tepat. Kenyataannya mengembangkan perfilman itu mesti dilakukan dari hilir ke hulu.
Diakui pula banyak permasalah perfilman yang patut disikapi komersialisasi, teknologi digital maupun kelembagaan. Soal SDM perfilman masih menghadapi permasalahan, yakni kurangnya institusi pendidikan. Harus diakui juga terus terang perfilman Indonesia masih membutuhkan lebih banyak script writer, sutradara, pemeran yang berkualitas. Bagaimanapun diperlukan banyak sekolah film maupun kegiatan pelatihan, demi meningkatkann kualitas maupun kuantitas sineas.
Setidaknya FFAP menjanjikan kebutuhan itu. Rangkaian FFP tahun ini memang penuh warna. Tidak hanya menentukan film hasil pelajar yang terbaik, melainkan terdapat juga kegiatan pelatihan. Jadi? Jangan takut dan jangan ragu untuk membuat film. Serta merta jangan takut dan jangan ragu bila ikut FFP .
Tidak usah cemas apabila tidak memperoleh penghargaan. Omongan Lola maupun pendapat Pao layak digarisbawahi, dan semestinya diresapi seksama. Para pelajar dapat memetik hikmahnya selama kegiatan FFP digulirkan. Sekali lagi, tak usah takut dan tak usah ragu bikin film. Serta tidak usah takut maupun ragu untuk daftar di FFP. Ayo daftarlah. (Syamsudin Noer Moenadi, jurnalis, pemerhati film dan pernah menjabat sebagai ketua bidang penjurian film bioskop di Festival Film Indonesia 2012).Foto: Ilustrasi.