Jakarta, channelsatu.com: Film Sang Kiai “Sebuah Kisah Perjuangan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari untuk agama dan bangsa.” Bisa disebut inilah karya terbaik dari Rako Prijanto dari film-film besutannya yang lain. Dan inilah film terbaik yang pernah diproduksi Rapi Films. Maka pantaslah kalau film Sang Kiai mendapat pujian yang positif dari orang nomer satu di negeri ini, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) yang disampaikannya dalam Twitter.
“Saya sangat senang dan bangga, film kami dapat pujian dari pak SBY dalam twitternya yang disampaikannya hingga dua kali dan tak cuma pak SBY yang menyatakan film ini bagus, Anisa Pohan dan keluarga pak SBY lainnya yang ikut menyaksikan film ini Selasa (21/5) di bioskop kemarin mengatakan hal yang sama,” tutur Sunil Samtani selaku Eksekutif Produser ditemui channelsatu.com disela acara jumpa pers film Sang Kiai pada Selasa (21/5) di Jakarta.
“Hari ini, Kamis (23/5) malam rencananya film Sang Kiai akan ditonton Wakil Presiden pak Budiono bersama rombongan. Tentu ini sambutan positif setelah pak SBY bersama keluarga dan beberapa Menteri ikut menyaksikan, kini giliran pak Budiono yang menyaksikan,” terang Sunil bertambah bangga.
Film yang bergenre drama dengan masa putar lebih dari dua jam ini, dilatarbelakangi sebuah harapan untuk mengangkat peran kaum agamis dalam sejarah Indonesia. Tepatnya Sang Kiai,adalah sebuah film kolosal yang mengangkat kisah perjuangan ulama kharismatik pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur,Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, yang juga menjadi tokoh kunci dalam menggerakan santri-santri merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Bahkan tak sekadar mengangkat cerita mengenai tokoh Sang Kiai, film ini juga mengangkat peran dan perjuangan Sang Kiai di era 1942 sampai 1947 lewat ‘Resolusi Jihad’nya serta perjuangan orang-orang di sekitarnya. K.H. Wahid Hasyim, putra Sang Kiai, bersama-sama dengan para santri, yang dikomandoi oleh Harun berusaha mencari jalan keluar dengan caranya masing-masing untuk membebaskan Sang Kiai dari tangkapan serdadu Jepang.
Cara diplomasi yang dijalankan putra Sang Kiai ternyata sangat berbeda dengan Harun yang lebih memilih cara emosional anak muda yang berapi-api. Tekad yang kuat membela agama dan bangsa yang dicabik-cabik penjajah mendorong Harun bersama dua sahabatnya, Hamzah dan Abdi berjuang sampai ke Surabaya.
“Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia peranan kaum agamis kurang terangkat, sementara kaum ini memiliki andil yang sangat besar. Bahkan dasar negara Pancasila dalam sila pertama menyebutkan Ketuhanan yang Maha Esa yg berarti bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat agamis,” ujar Rako Prijanto penggagas film Sang Kiai.
Sementara menurut Gope T. Samtani, produser film ini, cerita tokoh kepahlawanan dari sejarah jarang ditampilkan sehingga nyaris kalah dengan cerita kepahlawanan fiksi dari luar negeri. Hal inilah yang menarik perhatian Gope untuk mengangkat cerita seorang Pahlawan Nasional.
Menampilkan sederetan aktor dan aktris papan atas dengan kemampuan akting yang tidak diragukan lagi seperti Ikranagara, Christine Hakim, Agus Kuncoro, Adipati Dolken, Dimas Aditya, serta pendatang baru Meriza Febriani, membuat kisah yang dilakoni mereka menyempurnakan kisah penuturan film ini jadi tambah menarik dari awal hingga akhir untuk disaksikan.
Menyoal dipilihnya Ikranagara sebagai tokoh utama di film ini disebutkan, “Tidak ada kandidat lain kecuali Ikranagara untuk memerankan karakter K.H. Hasyim Asy’ari. Karena disamping secara usia mendekati real karakternya, keadaan fisik dan wajah yang bisa didekatkan ke karakter juga kemampuan aktingnya memang pas sekali,” kata Rako.
Film ini menjadi lebih istimewa dengan hadirnya grup band papan atas, Ungu, yang akan mengisi soundtracknya. Khusus untuk film ini, Ungu menciptakan dua judul lagu, “Bila Tiba” dan “Bunga”.
“Hadirnya film SANG KIAI ini kami harapkan tak hanya sekadar menghibur dan mendidik saja. Namun juga bagi generasi muda khususnya dapat mengenal siapa K.H. Hasyim Asy’ari dan memahami bagaimana pemikiran dan perjuangan beliau untuk agama dan bangsa Indonesia, tambah Sunil dimana proses penggarapan film ini memakan waktu cukup panjang dalam menyelesaikan film ini.
Shooting kurang lebih 60 hari, 2,5 tahun untuk pra-production serta 6 bulan masa post production. Persiapan 2,5 tahun ini dikarenakan pesiapannya dalam mencari bahan informasi, pencarian lokasi, pemain yang sesuai dengan karakter. Sementara syuting film berlatar belakang tahun 1940-an ini mengambil lokasi di Kediri, Gondang, Magelang, Ambarawa dan Semarang.(ibra)