Jakarta, channelsatu.com: Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Perkumpulan Pencinta Senirupa Indonesi (PPSI), Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki akan mengadakan diskusi buku bertajuk Jejak Lukisan Palsu Indonesia pada Rabu, 18 Juni 2014, pukul 15.00 WIB di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki.
Demikian siaran pers dari DKJ yang diterima channelsatu,com pada Senin (16/6).
Buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia merupakan buku pertama yang memublikasikan sejumlah fakta, wawancara, analisis, dan reproduksi yang berkaitan dengan pemalsuan lukisan di Indonesia. Diskusi buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia akan menghadirkan narasumber Bambang Bujono selaku penyunting buku ini, Amir Sidharta, pengulas seni rupa yang memiliki sebuah balai lelang, dan Irawan Karseno, Pelukis yang saat ini menjadi ketua DKJ. Diskusi ini akan dipandu oleh Chandra Johan, Pelukis dan Kurator Galeri Cemara 6.
Diksusi buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia akan memaparkan tentang seberapa penting dan genting kasus-kasus pemalsuan lukisan di Indonesia, apa saja konsekuensi dengan adanya pemalsuan tersebut, dan sudah seberapa jauh pemalsuan lukisan ini “mengganggu” salah satu prasarana seni rupa Indonesia.
Kolektor pelukis adalah orang pang paling dirugikan dengan adanya pemalsuan lukisan. Namun dampak selanjutnya bukanlah hanya mengena pada diri kolektor secara pribadi, melainkan juga kolektor sebagai sebuah prasarana dunia seni rupa.
Prasarana kolektor dunia seni rupa kita yang mulai terbentuk nyata pada pertengahan 1980-an (semula hanya ada satu-dua kolektor Indonesia) bukan hanya membentuk sisi lain, yakni pasar seni rupa, melainkan langsung atau tak langsung juga merangsang perkembangan seni rupa kita. Karena itu sedikit-banyak adanya “gangguan” pada prasarana kolektor akan juga berpengaruh pada perkembangan seni rupa kita yang sudah hadir di seni rupa global.
Mengenai Bambang Bujono
Penulis dan editor, pernah bekerja sebagai wartawan di Majalah Tempo dari 1978 sampai majalah ini dibredel Pemerintah Soeharto, 21 Juni 1994, lalu Ikut merintis Tempointeraktif (1996), memimpin majalah D & R (1996-2000) setelah majalah ini dibeli PT Grafiti Pers (penerbit Tempo yang diberedel). Selanjutnya, pria kelahiran Solo pada 1947 ini meneruskan menulis tentang seni rupa (ikut menulis esei tentang Affandi di buku Affandi terbitan Sardjana Sumichan), menyunting beberapa buku (antara lain Seni Rupa Indonesia dalam Kritik dan Esai, terbitan Dewan Kesenian Jakarta, 2012, bersama Wicaksono Adi.
Mengenai Amir Sidharta
Adalah kurator museum Universitas Pelita Harapan. Saat ini ia mengelola balai lelang SIDHartA Auctioneer. Pameran yang telah digarapnya di antaranya pameran “Tegang Bentang Perdebatan Pemikiran Dalam Perkembangan Arsitektur di Indonesia” dan “Pameran Mooi Indie Hingga Persagi” di Museum Seni Rupa Jakarta, 1997. Ia juga telah menerbitkan beberapa buku tentang perupa Indonesia, di antaranya S. Sudjojono Visible Soul, Vibrant Arie Smit, Erica Art’s Most Playful Child dan buku tentang arsitektur kontemporer Indonesia, 25 Tropical Houses in Indonesia. Ia mendapatkan pendidikannya dalam bidang arsitektur di University of Michigan, Ann Arbor, Michigan, dan dalam bidang permuseuman di George Washington University, Washington, DC, Amerika Serikat.
Mengenai Irawan Karseno
Pelukis yang juga menjabat Ketua Dewan Kesenian Jakarta periode 2013-15, yang menulis skripsi sarjananya membahas tema-tema sosial dalam lukisan S. Sudjojono, dibawah bimbingan almarhum Sanento Yuliman. Irawan akan memberikan contoh-contoh bagaimana analisis tema bisa menjadi salah satu pegangan untuk menengarai apakah sebuah lukisan yang dinyatakan sebagai karya S. Sudjojono benar Sudjojono dipilih sebagai pokok bahasan karena sejumlah karya yang diragukan keautentikannya di OHD Museum, antara lain, dinyatakan sebagai lukisan S. Sudjojono. (ibra). Foto: Ilustrasi.