Hadapi MEA, Ketum Pafindo, Gion Prabowo Sarankan Orang Film Bekali Diri Dengan Sertifikasi Kompetensi Profesi

Must Read

Diskusi film di Ancol, Senin (11/4/2016), Dari kiri ke kanan, moderator Yan Wijaya. Narasumber, Ody Mulya Hidayat, (Produser), Ketum Pafindo Gion Prabowo, Rizal Jibran (Aktor dan dosen). Foto: Ki2
Diskusi film di Ancol, Senin (11/4/2016), Dari kiri ke kanan, moderator Yan Wijaya. Narasumber, Ody Mulya Hidayat, (Produser), Ketum Pafindo Gion Prabowo, Rizal Jibran (Aktor dan dosen). Foto: Ki2

Jakarta, theatersatu.com: “Sertifikasi kecakapan khusus harus dimiliki oleh setiap insaan pemain film Indonesia, entah itu buat para pemain, penulis skenario, cameramen dan semua yang terlibat dalam produksi film,” kata Ketua Umum Perkumpulan Artis Film Indonesia (Pafindo), Gion Prabowo saat menjadi salah satu nara sumber Diskusi Film, dalam tajuk “Tantangan dan Peluang Perfilman Indonesia di Pasar Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yang digelar Kumpulan Jurnalis Sinema Indonesia (KJSI) dalam rangka menyambut Hari Film ke 66, di restoran Shinjuku Shabu, Ancol Beach City, Jakarta, Senin 911/4/2014) kemarin.

Gion melanjutkan, sertifikasi itu menurutnya sangat diperlukan kalau kita ingin bersaing dengan artis luar, khususnya menghadapi pasar global seperti MEA. “Pemerintah harus membantu mewujudkan hal ini,” sambungnya.

“Jika kita punya kompetensi dengan standar sertifikasi yang dimiliki, pihak rumah produksi asing tidak semena-mena ke depannya memperlakukan kita. Karena saya berharap pemain film Indonesia, di rumah sendiri jangan sampai Jadi figuran belaka ke depannya,” papar Gion dalam diskusi sesi pertama, dengan judul Aspek Sumber Daya Manusia, yang acaranya dipandu oleh Yan Wijaya dan artis cantik Sandra Olga. Serta diisi nara sumber lainnya, diantaranya Ody Mulya Hidayat (Porduser Maxima Pictures), Rizal Djibran (Aktor dan juga sebagai dosen), Ruly Sofyan (BPI dan sekaligus pemerhati film), Ketua Gabungan Bioskop Seluruh Indoensia (GBSI) Jhony Safruddin, dan Anton Pratama (importir Film).

“Manfaat lainnya jika kita punya ijasah atau sertifikat ke ahlian khusus, tentu peluang kerja di dunia film tak lagi melulu berlaku buat yang punya wajah cantik atau ganteng saja. Dan itu artinya semua punya kesempatan yang sama,” tegasnya.

Peserta, Panitia dan Nara sumber Diskusi film foto bersama, Selasa (11/4/2016) di Shinjuku, Shabu, Ancol Foto: Kiki
Peserta, Panitia dan Nara sumber Diskusi film foto bersama, Selasa (11/4/2016) di Shinjuku, Shabu, Ancol Foto: Kiki

Hal senada juga disampaikan oleh Ody, “Karena dengan adanya pasar bebas, pasar bisa menentukan sendiri produknya dari negara masing-masing. Untuk itu, orang film Indonesia harus memenuhi standarisasi kompetensi yang bagus, supaya film Indonesia bisa laku di sana,” timpal Ody.

“Saya setuju pendapat itu, dan hanya ingin menambahkan orang film kita kalau ingin bersaing di pasar MEA atau lebih luas lagi, harus bisa berpikir secara Asean atau internasional,” sahut Ruly.

Sementara disesi kedua, acara yang dipandu Akhlis Suryapati dan Sandra Olga lebih menyoroti pada Aspek industri perfilman terkait pasar MEA dan dikeluarkannya usaha perfilman dan bioskop dari Daftar Negatif Investasi (DNI).

“Untuk hal ini kita harus menyikapinya dengan bijak. Caranya harus membuat karya yang bagus untuk bersaing melawan mereka,” tandas Ody.

Regulasi yang menguntungkan dan dibutuhkan orang-orang perfilman di dalam negeri menghadapi MEA serta perihal akan dibukanya Daftar Negatif Investasi (DNI) yang mestinya membuka keuntungan buat industri perfilman nasional. Ruly pun menyarankan jika kemungkinan regulasi yang merugikan mampu dihadang melalui hasil kalah atau menang di sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan ataupun memilih proses kewenangan hak uji materi, Judicial Review.

Menyoroti semua masalah, mulai dari kompetensi, tata edar film, DNI dan berbagai masalah dalam industri perfilman, Gion sekali lagi menambahkan peran pmemerintah pada film nasional sangat dibutuhkan dalam hal ini.

“Pekerja film harus bekerja lebih keras dan kreatif lagi demi kemajuan industri film nasional. Pemerintah juga harus turut mendukung dan memberikan ruang yang luas untuk kemajuan film nasional. Inilah caranya jika film kita ingin jadi tuan rumah di negeri ini. Sebab, harus kita sadari film nasional yang sekarang jadi lawan tak cuma Hollywood atau Bollywood tapi sudah muncul dari berbagai negara lainnya, termasuk Asean,” terang Ketua Pelaksana Acara Diskusi Film, Ibrahim Syakroni mengenai tujuan dari diskusi ini, adalah untuk mengingatkan kita semua, khususnya orang film agar tidak terlena ke depannya. (Ibra)

Latest News

Coway Luncurkan Villaem III dan POE-23A: Solusi Inovatif untuk Hidup Sehat dan Nyaman di Rumah

Jakarta, Channelsatu.com - Coway Co., Ltd., “Best Life Solution Company” dalam teknologi pemurni air No.1 dari Korea Selatan, memperkenalkan...

More Articles Like This