Home / PELUANG / Industri Kreatif / Pro Kontra DNI Film Terus Bergulir
Produser Max Pictures, Ody Mulya Hidayat. Foto: Kiki
Produser Max Pictures, Ody Mulya Hidayat. Foto: Kiki

Pro Kontra DNI Film Terus Bergulir

Produser Maxima Pictures, Ody Mulya Hidayat. Foto: Kiki
Produser Maxima Pictures, Ody Mulya Hidayat. Foto: Kiki

Jakarta, channelsatu.com: Pro kontra soal Daftar Negatif Investasi (DNI) PerFilman terus bergulir, Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) yang hadir dalam rapat dengar pendapat umum Panja Perfilman Nasional Komisi X DPR RI, Rabu (17-2.2016) kemarin, dengan tegas tetap menolak DNI Perfilman dibuka. Alasannnya GPBSI tidak setuju, karena pembukaan DNI film akan membahayakan ketahanan budaya bangsa.

“Dalam konteks kebijakan seperti ini, perlindungan terhadap pelaku usaha  nasional, terutama UMKM, menjadi penting untuk menghindari penguasaan asing yang berlebihan yang mungkin akan disesali dikemudian hari. Khusus di sektor eksibisi/bioskop, GPBSI mengharapkan diterbitkannya  kebijakan turunan untuk memastikan investasi asing tersebut bermanfaat bagi pertumbuhan industri  bioskop secara nasional dan bukan justru menjadi kanibalisme bioskop nasional oleh bioskop asing,” kata Ketua Umum GPBSI, Djonny Syafruddin dalam siaran persnya pada wartawan, Rabu (17/2/2016) kemarin.

“Kebijakan turunan ini harus memastikan bahwa bioskop asing difokuskan ke daerah yang belum memiliki bioskop sebagaimana tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Ini untuk mencegah terjadinya kanibalisme antar bioskop, perlu ditertibkan peraturan yang tegas membatasi pembukaan bioskop asing di kota-kota  yang telah memiliki kecukupan layar bioskop,” tambah Djonny.

Hal senada juga disampaikan secara terpisah oleh Produser Maxima Pictures, Ody Mulya Hidayat, Senin (15/2/2016) pada wartawan, “Kalau memang ada investasi di bidang perbioskopan mereka seharusnya membangun bioskop di daerah – daerah di luar Jabodetabek, di Sukabumi, misalnya,” tutur Ody yang juga salah satu Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APFI).

“Pemerintah sebagai regulator perlu menyediakan peraturan yang menyertai kebijakan baru itu. Kalau tidak, bisa kacau. Mereka sebagai investor hanya ingin membangun bisokop di Jabodetabek saja. Sementara bioskop di kawasan ini sudah banyak. Kalau ditambah lagi akan saling mematikan karena berebut penonton yang ada di kawasan Jabodetabek,” sambung Ody yang dalam waktu dekat akan meluncurkan film terbarunya Walaikum Salam Paris..

Produser Maxima Pictures, Ody Mulya Hidayat. Foto: Ibra
Produser Maxima Pictures, Ody Mulya Hidayat. Foto: Ibra

Ody menegaskan, kalau ia bukan karena takut persaingan dengan film asing dan sebagainya, tetapi dikarenakan kekhawatiran timbulnya diskriminasi akan membanjirnya film-film luar, khususnya bagi pengusaha yang hanya mengutamakan untuk memutar film-film dari negerinya sendiri.

Lebih jauh Ody menegaskan, bagaimana pun ini bisnis.”Jangan sampai orang asing itu investasi tapi tidak memperhatikan tenaga kreatif perfilman Indonesia dan memberi porsi yang kecil bagi peredaran film nasional di bioskop mereka,” aku Ody yang awalnya turut menolak kehadiran DNI Film dan akhirnya hanya bisa pasrah jika aturan itu tetap dikeluarkan pemerintah.

Kembali terkait penolakan GPBSI terhadap pembukaan DNI film, hasil dari catatan rapat kemarin, Panja Perfilman Nasional Komisi X DPR RI, meminta GPBSI untuk menyampaikan kajian yang komprehenshif secara tertulis dan disertai data yang valid. Seperti misalnya bahaya ketahanan budaya bangsa, dampak edukasi/karakter untuk generasi mendatang dan lain-lainnya. Untuk tahap selanjutnya, Panja Perfilman Nasional Komisi X DPR RI mendorong GPBSI untuk melakukan langkah yang bijak dan stategis terhadap penolakan pembukaan DNI film.

Menyinggung soal panjanganya pajak dalam industri film, Ody meminta keringanan pajak royalty yang besarannya sangat signifikan. ”Salah satu contohnya, bila kami menjual film ke televisi, maka akan kena pajak sekitar 15 persen. Kalau saya menjual film dengan harga 3 miliar rupiah, maka dikenakan pajak sekitar 450 juta rupiah. Potongan ini sangat memberatkan kami. Belum lagi berkaitan dengan pajak-pajak lainnya. Untuk itu, akan kami bicarakan ke Dirjen Pajak untuk kembali meninjau aturan-aturan tersebut agar kami diberikan keringan,” ucapnya demi kelangsungan usaha rumah produksi yang tetap bisa berjalan dan demi kemajuan industri perfilmanan nasional. (ibra)

About Channelsatu.com

News and Entertainment

Check Also

Bali Beach Hotel The Heritage Collection

Peringati HUT RI Ke-79, Hadiri Semarak Pesta Rakyat Di Bali Beach Hotel The Heritage Collection

Jakarta, Channelsatu.com – Bali Beach Hotel The Heritage Collection, fasilitas akomodasi hotel bintang 5 bersejarah yang …

Pop-up store ini menyusul kesuksesan pop-up store pertama Isago di Ashta District 8.

Pembukaan Pop-Up Store Kedua Isago di Senayan City

Jakarta, Channelsatu.com – Isago dengan bangga mengumumkan pembukaan pop-up store kedua Isago di Senayan City, …

Maxi Steel Door merupakan pilihan tepat dalam menyediakan berbagai jenis pintu mulai dari Residential, Industrial, Health, Office, Retail dan Education

Pintu Tropis Ramah Lingkungan, Maxi Steel Door Kembali Unjuk Gigi di Indobuildtech Part 2 2024

Jakarta, Channelsatu.com – Maxi Steel Door, pintu tropis ramah lingkungan, dengan bangga mempersembahkan inovasi terbaru …

Direktur Cinema XXI Dody Suhartono saat menerima langsung penghargaan Indonesia’s Best Managed Companies 2024 di Jakarta

Cinema XXI Meraih Penghargaan Indonesia’s Best Managed Companies 2024 dari Deloitte Dua Tahun Berturut-turut

  Jakarta, Channelsatu.com – PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk (Cinema XXI), pengelola jaringan bioskop terbesar …

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *